Laman

Sabtu, 29 Oktober 2016

IPUNK




Purwadji Susanto – demikian nama lengkapnya – menggeluti instrumen gitar secara otodidak sejak duduk di bangku SMA kelas dua. Bakatnya makin mengkilap tatkala ia membentuk band Power Metal bersama Totty M (vokal), Pras Hadi (bass), Raymond (kibord), dan Mugix (dram) yang berpartisipasi sekaligus memenangi “Festival Rock Log Zhelebour V” pada 1989. Setelah menjalani tur 10 kota, di antaranya menjadi pendamping band rock legendaris Indonesia God Bless, band ini merilis album perdananya yang bertajuk “Power One” (1991) yang di dalamnya melahirkan lagu balada reliji “Pengakuan”.

Jika disimak secara mendalam, nuansa lagu ini amat kental dengan nomor “Dreaming” milik Yngwie Malmsteen yang bersemayam dalam album “Odyssey”. Lalu apa kata Ipunk tentang anggapan itu? “Benar!” ucapnya.“Yang bikin lagu itu kan Mas Donny Fattah dan dia memang ngambil nuansanya dari “Dreaming”. Aku sempat berpikir untuk menolaknya, tapi ya nggak mungkin juga aku pikir. Akhirnya aku ikutin aja.”


Ironinya, selepas perilisan album tersebut pria kelahiran Surabaya, 16 Oktober 1968 memutuskan hengkang dari Power Metal dengan alasan ingin memperdalam musikalitasnya. Pada 1992 hingga awal 1993 Ipunk masuk Andromedha dan mengikuti Festival Rock Se-Indonesia ke 7 dengan membawakan single mereka "Emosi". Disini Ipunk menyabet gelar gitaris terbaik.


Kemudian, Ipunk tidak melakukan kegiatan musikal sebelum Log Zhelebour memintanya untuk membuat album. Dan pada 1997, Ipunk pun membentuk band rock bernama Kalingga dengan konsep berbahasa Jawa bersama para mantan personel Power Metal lainnya; Pungky Deaz (vokal), Hendrix Sanada (bass), Mugix (dram) dan didukung oleh Raymond di posisi kibord dan vokal latar. Band ini melahirkan satu album bertajuk “Sumpah Palapa”.

“Waktu itu Pak Log (Zhelebour) nemuin aku dan ngasih uang 100 juta supaya aku bikin album dengan konsep apapun yang aku mau. Akhirnya aku kumpulin semua mantan personel Power Metal karena aku pikir kami sudah mengenal satu sama lain. Inspirasi musik di album ini aku dapat dari Kula Shaker dengan “Govinda”-nya, aku sama sekali nggak menyerap musik-musik berorientasi gitar seperti Yngwie Malmsten misalnya,” kata Ipunk dalam kesempatan yang sama.


Setelah Kalingga dibubarkan, tepatnya tahun 2000, Ipunk kembali ke pangkuan Power Metal untuk menggantikan gitaris yang menggantikannya sekitar satu dekade sebelumnya, Lucky Setyo, dan merilis dua album bersama band yang awalnya bernama Power Band ini, yakni “Topeng-Topeng Murka” (2002) dan “Kebesaranmu” (2005). Pada 2010, saat Lucky kembali bergabung Ipunk tidak hengkang lagi. Sebaliknya mereka bahu membahu demi memberi corak baru di album “Power IX” dengan konsep yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, double guitar!


Power Metal kemudian kembali ke studio untuk menyiapkan albumnya yang ke-10. Namun proses penggarapannya kerap tertunda lantaran kesibukan band ini dalam menjalani show di berbagai event. Khusus Ipunk, bahkan sering tampil sendiri di event Gitaran Sore gawean Majalah GitarPlus dan pernah terlibat di album kompilasi “Nothing But Guitar Vol. 2” rilisan majalah gitar pertama dan satu-satunya di Indonesia ini. Lagu yang diceploskannya, “Inspiration” memiliki warna berbeda dengan apa yang selama ini telah menjadi ciri khasnya.


“Melalui lagu (“Inspiration”) ini aku ingin membentuk figur di luar Power Metal. Lagu ini berkisah tentang seseorang yang mencari jati diri dan mencari dukungan dari seorang wanita yang dikenalnya. Tapi yang paling penting, ini adalah pertama kalinya bagi aku membuat lagu instrumental. Jujur, setiap kali tampil di event Gitaran Sore membawakan lagu ini aku belum menemukan kenyamanan. Aku kerap tegang karena semua mata tertuju kepadaku. Berbeda dengan tampil bersama Power Metal, mata penonton terbagi ke personel lain,” tandasnya.

Namun bagaimanapun, permainan gitar Ipunk terlanjur menempel di dalam ingatan para penggemarnya. Mulai dari teknik arpeggio, lick-lick yang berbau neo-classical, serta racikan sound epik yang bertiup ke arah Eropa memuncrat tiada batas. Secara keseluruhan, gaya permainan gitar Ipunk telah memberi ciri tersendiri di sekujur musik Power Metal, di antaranya dalam lagu “Angkara”, “Satu Jiwa”, “Cita Yang Tersita” dan tentunya “Pengakuan”.

Lalu siapa yang menyangka jika ternyata lagu-lagu yang menginspirasi seorang Ipunk saat kali pertama belajar gitar hingga di masa awal Power Metal terbentuk tidak sepenuhnya berorientasi gitar. Berikut, 10 lagu yang paling berpengaruh dalam kehidupan bermusik seorang Ipunk.

1. “Bad Boys Running Wild” (Scorpions)

Ini lagu yang bikin aku pengen belajar gitar. Dari intronya aja udah bikin perhatianku. Aku pikir itu bukan bunyi gitar, karena itu kan pertama kalinya aku dengerin lagu rock waktu SMA. Aku termasuk agak lambat dalam mengenal musik, SMP sama sekali nggak suka musik. Pertama kali pegang gitar kelas 2 SMA dan itu nggak ada yang ngajarin, dari situ ikut temen-temen main band meski waktu itu mereka belum ngijinin aku pegang gitar karena khawatir senarnya putus hahaha… Pas ngulik lagu ini sempet bikin jengkel karena nggak nemu-nemu cara maininnya.

2. “Changes” (Yes)


Ini lagu pertama yang aku bawain saat ikut festival band. Lagu ini rumit banget tapi enak dan dengan kerumitan seperti itu dinamika dan emosinya masih bisa mereka mainin. Di tengah-tengah lagunya juga cukup variatif. Lagu ini nggak drive banget kan? Aku suka Trevor Rabin.

3. “I’ll Be Over You” (Toto)

Solo gitarnya memang sedikit tapi komposisi not yang dikeluarkan Steve Lukather mahal. Di situ aku banyak ngerasain notasi yang enak banget tanpa harus bermain ribet. Tapi setelah saya ngulik lagu ini saya jadi makin kenal gitar dan ingin belajar lebih jauh lagi, mau nggak mau ya jadi ribet juga main gitarku hehehe…

4. “Black Star” (Yngwie Malmsteen)

Awalnya aku nggak suka lagu-lagu klasik karena bikin ngantuk. Mungkin karena nggak ada dram dan distorsinya. Tapi setelah dengerin Yngwie bawain lagu-lagu klasik dengan cara dia, energinya lain. Aku akhirnya berubah pikiran, dan lagu ini adalah lagu pertama Yngwie yang aku suka.

5. “Why Can’t This Be Love” (Van Halen)

Awalnya aku sempet bawain “Jump” sama “Panama” tapi belum dapetin sesuatu yang gereget. Setelah liat video konser “Live Without A Net” (dirilis 1987) dimana di situ vokalisnya Sammy Hagar aku ngerasa beda banget energinya. Hampir semua lagu yang dibawain Sammy Hagar aku suka, salah satunya lagu ini. Dia bawain lagu-lagu Van Halen jadi fresh, ngeliat live-nya aja ikut berkeringat.

6. “Master of Puppets” (Metallica)

Di awal-awal karir Power Metal, aku terlalu ngutamain porsi lead dan lupa dengan rhythm section. Kemudian aku pun dengerin lagu yang banyak rhythm section-nya, yaitu “Master of Puppets” dari Metallica. Sampai sekarang aku masih inget baik riff maupun lead lagu ini.

7. “Back In Black” (AC/DC)

Circle chord-nya memang simpel dan basic bermusik rock n’ roll-nya umum, tapi karakter vokalnya tinggi dan tema yang dikemas begitu bagus. Secara individu mungkin nggak kayak Dream Theater tapi secara teamwork energinya luar biasa.

8. “The Trooper” (Iron Maiden)


Pas awal Power Metal terbentuk, aku berpikir kami secara tim harus menonjol semua. Bukan cuma gitarisnya. Dan band yang aku pikir sesuai dengan apa yang aku cari ya Iron Maiden. Lagu “The Trooper” adalah salah satu lagu yang jadi referensiku dan teman-teman saat itu. Tapi karena aku masih kurang sreg dengan karakter vokalnya Bruce Dickinson, yang aku rasa vokal itu cuma mengimbangi alat musik lainnya akhirnya aku melakukan pencarian lagi.

9. “I’m Alive” (Helloween)


Setelah Iron Maiden, aku akhirnya menemukan band yang lebih cocok buat dijadiin referensi kami, yakni Helloween. Dan “I’m Alive” adalah lagu pertama yang kami bawain dan dijadiin referensi. Secara tim dalam lagu ini menonjol semua. Vokalnya juga lebih luas dan temponya lebih cepat. Waktu itu kan Power Metal cuma satu gitaris, jadi aku bawain lagu ini sendiri aja… Nekat!

10. “Let It Go” (Loudness)


Akira Takasaki memang perfect tapi karakternya kurang kuat, karena notasi yang dihasilkannya masih campuran antara Van Halen sama Yngwie. Tapi yang istimewa adalah dia orang Asia yang notabene belum banyak berkiprah di dunia internasional. Apalagi dia sering masuk di jajaran 10 besar gitaris dunia. Secara band aku lebih suka Loudness dengan vokalis Minoru Niihara, itu karakter asli Asia. Bisa aja disempurnakan lebih Inggris tapi jadi kurang asik. Menurutku harga tertinggi orang belajar musik itu setelah dia punya karakter. Banyak yang bagus tapi tidak punya ciri khas. Dan Loudness dengan lagu “Let It Go” ini sangat berkarakter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...