Laman

Minggu, 27 November 2016

INDISCHE PARTY : Terinspirasi dengan Brian Jones




Para musisi muda ini terinpirasi dengan Rolling Stones era Brian Jones, mereka juga cukup terpengaruh dengan jasa-jasa blues maker seperti Chuck Berry, Muddy Waters, Gil Vincent. Saat manggung konon band ini dapat mengembalikan para audience nyamerasakan atmosfirscene blues orde 60’s. Lewat dentuman karakter suara asli sebuah gitar yang cukup sederhana, hanya ditambahkan beberapa reverb saja hal tersebut bisa saja menjadi senjata pamungkas untuk proporsi musiknya, hingga cara menata sistem tune audio & pemaksimalanteknis alat-alat sampai akhirnya menghasilkan suara-suara sember karakter khas sound vintage.

Atau merujuk ajakan flashback bersama para penggemarnya untuk menikmati hidangan zaman kolonialisme rhytm blues.Beberapa tambahan instrument seperti keluaran sound nakal hasil tiupan harmonikadan suara jadul keyboard Hammond semakin mengkulturasiwarna musik pada band asal Cikini tersebut. Muda-mudi yang berkumpul pun seraya ikut bergoyang di dance floor menikmati woogie boogie night, semua dikemas dan disampaikan cukup baik oleh grup musik Indische Party (IP).

Indische Party merupakan kawan-kawan setongkrongan alumnus Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang kebetulan memang memilikihobi sama, ngeband, pecandu musik rock and roll,lalu mengemas musik ini sebagai senjata utama menuju dapur rekaman.

Tahun 2013 mereka telah sukses mengeluarkan album debutnyadan mampu memperkenalkan sense rock and roll vintage kepada para penikmatnya. Band yang bermarkas di Tebet ini digawangi Japs Shadiq (Japra) sebagai pengendali mikrofon utama, Andre Idris alias Kubil memiliki peran sebagai lead gitar, Jacobus berjuang menjaga ritme melalui Bass nya dan Tika Pramesti drummer wanita yang mampu bermain pula dengan teknik Jazz.

Mereka berempat merupakan eks mahasiswa-mahasiswi jurusan Fakultas Film Televisi Sinema atau FFTV . Kubil (The Upstair) masuk IKJ pada tahun 1999, Japra masuk diangkatan 2000 sementara Tika & Kobus (Karon N Roll) menyusul pada tahun 2001. Konon seabrek kaset tape Rolling Stones milik Kubil yang membuat Japra pun akhirnyaterdoktrin untuk nyemplung lebih dalam ke zona rock and roll 60’s.

Waktu ngekos di jalan Blora vokalis berambut gondrong ini sudah mulai ngejam iseng-iseng bareng Kubil, hingga pada suatu saat mereka pun direstui oleh anak-anak IKJ dan didaulat untuk tampil dadakan pada acara kampus membawakan lagu ‘Jumpin Jack Flash’ nya Rolling Stones, dengan dibantu kontribusi 2 personil band Karon N Roll.

Japra sempat menamai band ini Rajawali, walaupun band tersebut hanya berumur singkat Namun,duo karib inialhasildapat melihat talenta Yacobus dalam memainkan bassnya. Si gitaris pun menganggap, cuman Yacobus lah yang mampu memainkan peran pemain bass dengan musik yang diinginkan seperti di IP seperti saat ini.

Lalu Japra akhirnya memutuskan untuk berpindah kos ke rumah Kubil, yang saat itu sedang ramai-ramainya menjadi basecamp tongkrongan para personil The Upstair.Perlahan tempat tinggal itu sekaligus menjadi rumah kreasi bagi mereka, ditambah terciptanya sebuah studio musik bernama Atlantis Studio di area Tebet itu. Intensitas pertemuan mereka berdua telah melahirkan sejumlah ide-idematang diantaranya dengan membentukband ini.

“Yaa.. gara-gara demen Indonesia jaman-jaman dulu, kan ada banyak bangunan tua. Termasuk VOC pas zaman Belanda, sampe-sampe logo band ini pun seperti koin jaman itu ada logo ayam. Lalu, kalo nonton video-videonya ada aja yang lagi ngeband, trus banyak pula yang berdansa-dansa. Nah.. timbullah nama Indische Partij (partai) buat namain band ini. Tetapi karena kepikiran disitu ada pesta-pesta juga, jadinya ke Indische Party aja kayanya lebih asik,” ungkap Andre Idris kepada NewsMusik

“Intinya sih kita pengen maen kaya pas suasana zaman itu. Kita maen musik, rame... ada yang dansa-dansa dan pengen membuat orang terhibur disini,” kata gitaris yang sudah tidak terlalu mengikuti Stones semenjak Ron Wood masuk.

Tahun 2010 band It’s Different Class vakum, lalu disusul The Upstair yang sudah tidak terlalu rutin manggung karena event pensi-pensi sudah mulai jarang saat itu. Awal tahun 2011 pun menjadi moment yang cukup penting bagi mereka dan menjadikan cikal bakal terbentuknya band IP.

 “Di kampus justru kalo ngeband itu pisah-pisah, tapi kalo nongkrong malah bareng. Kejadian, pas semua job personil udah mulai reda. Semenjak pindah ke Tebet itu gue mulai punya banyak waktu ngejam bareng Kubil sama Kobus, yang awal-awalnya iseng-isengan doang gitaran aja. Terus direkam (wah ternyata musiknya asik nih) dan kebetulan saat itu Tika tiba-tiba nelpon kita, ngajakin ngeband bareng dan pas banget memang waktu itu kita lagi butuhdrummer,” oceh Japs Shadiq.

“Tahun 2011-2012 mulai sibuk rekam-rekam demo track, latihan-latihan di studio eh.. taunya langsung ke bungkus rekaman 5 lagu secara live. Tapi baru 2013 itu kita bisa rilis, karena masing-masing personilnya ada gawean seperti syuting film. Sekalian nambahin 5 materi lagu lain plus over dub nya. Sebelumnya memang ada rencana mengeluarkan EP, tapi nanggung.Mangkanya sound di album pertama kita agak sedikit belang,hehe.. karena sebagian lagu take live dan ada yang sudah direkam duluan,” tambahnya.

Japs lalu terfikir instrument apalagi yang bisa memperkaya dan cocok dengan musik IP. Kebetulan disaat yang bersamaan band Sentimental Moods sedang melakukan latian di Atlantis Studio. Si pengendali mikrofon itu menyimak, terdapat suara-suara vintage yang dikeluarkan dari Hammond keyboard dari salah satu personil Sentimental Moods bernama Masmo.

Awalnya Japs ada rasa sungkan untuk berkenalan dengan Masmo, lantaran umurnya yang terpaut jauh. Karena faktor butuh, lalu ia berkenalan dan berhasil menjalin relasi bareng untuk mengkontribusikan karyanya di take keyboard untuk beberapa track lagu IP, album pertama.

Album Self Titled IP merampungkan total 10 lagu yang terdiri dari 9 lagu ber lirik Inggris juga terdapat 1 lirik lagu berbahasa Indonesia. Japra pun sangat mempertimbangkan banyaknya lirik Inggris pada album ini dikarenakan faktor internal, dia belum mendapatkan feel penuh untuk menyanyikan lirik Indonesia di dalam musik Indische Party saat itu. Terutama untuk spelling dan penyampaiannya yang ia rasakan, saat itu akan lebih tepat bila menggunakan teks Inggris.

Faktanya album ini mendapatkan respon yang cukup positif bagi pendengar. Tahun itu juga dari pihak label De Majors mengabarkan kepada salah satu personilnya untuk repeat album sebanyak 1.000 CD. Sebelumnya IP telah menelurkan 1.000 CD di kontrak awal. Ada pula terbersit keinginan bagi mereka, untuk mengcopy ulang album tersebut tercetak menjadi sebuah kaset tape hingga vinyl (piringan hitam).

Dalam waktu dekat ini Indische Party belum merencanakan jadwal-jadwal manggung. Mereka lebih condong untuk mengkonsentrasikan penggodokan materi-materi lagu baru yang sedang tahap proses naik dapur rekaman baru-baru ini. Gank asal Cikini itu siap meluncur lagi di album kedua yang rencananya akan rilis setelah Agustus 2015.

Tugas Tika untuk take drum pun telah rampung, kini tinggal melakukan take instrument-instrument selanjutnya. Japs Shadiq juga sempat membeberkan beberapa materi album baru IP kepada NewsMusik. Kini dia bersama Indische Party telah siap menjawab kritik dan berani menyanyikan lagu-lagu yang berlirik Indonesia.

Pada album pertama mereka berhasil menggaet Masmo Sentimental Moods untuk mengisi part keyboard di beberapa lagu IP, akankah ada kejutan lain? Apakah Jimi Multhazam Morfem bisa turut berkontribusi disini? ataukah White Shoes & The Couples Company yang kerap rehearsal di Atlantis Studio bisa berkolaborasi dengan Indische Party?

(Newsmusik, 05/04/2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...