Laman

Selasa, 29 November 2016

DEDDY DORES




Di dunia musik, Deddy Dores adalah fenomena unik. Dia musisi serba bisa. Semua langkahnya menuai sukses. Sebagai personel band, solo karier, pencipta lagu, produser rekaman hingga pencari talenta.

Deddy Dores dikenal melahirkan lagu cengeng dan melankolis. Hal itu dia tempuh untuk menyambung hidupnya. Namun, dia juga menempuh jalan lain sebagai penggila rock sejati. Bersama teman-temannya, Deddy tetap menjaga idealisme musiknya yang tidak sekadar memenuhi selera pasar. Jalan sunyi yang tak banyak diketahui orang.

Musik rock ibarat 'rumah' bagi musisi kelahiran 28 November 1950 itu dengan nama Dedi Supriadi (Dores adalah kepanjangan Doa Restu). Sejauh apapun petualangan yang ditempuhnya, dia akan kembali pulang ke 'rumah.'

Jiwa rock sepertinya sudah lahir sebelum Deddy menggeluti musik rock itu sendiri. Dia tak pernah betah di rumah. Lebih suka bergaul dengan teman-temannya. Karakter itu yang membuat pergaulan Deddy begitu luas. Dia bisa diterima semua tempat tongkrongan musisi lintas genre.

Menurut adik Deddy, Yoni Dores, keterlibatan kakaknya di dunia musik bisa dibilang sebuah 'kecelakaan.' Meski begitu, darah seni Deddy memang diturunkan dari sang ayah yang pernah membuat grup orkes keroncong bersama saudara-saudara kandungnya.

"Awalnya itu dia minta motor sama orangtua. Ibu saya mau kasih, tapi bapak saya tidak kasih. Akhirnya dibeliin alat band satu set. Dari situ dia tertarik. Dia main drum waktu itu, baru coba alat musik lain dan bisa. Mulai suka musik tapi dipindah ke Semarang," ungkap Yoni Dores saat berbincang dengan Metrotvnews.com.

Deddy sepertinya terlanjur jatuh hati dengan musik. Dia memutuskan kembali ke Bandung tanpa sepengetahuan orangtuanya.

"Dia kabur dari Semarang ke Bandung, tapi tidak ke rumah. Dia malah ketemu sama teman-temannya. Dia mulai latihan-latihan. Terus dia masuk band sama kang Jajat, namanya Paramour. Dia ikut Savoy Homann, itu jadi home band di hotel Savoy Bandung," ujarnya.

"Mungkin dia jenuh. Akhirnya dia pergi ke Jakarta, masuk ke band Marcopolo. Manajer Savoy Homann mendatangi dia ke Jakarta untuk membawanya lagi ke Bandung," lanjutnya.


Deddy kemudian membentuk Rhapsodia yang akhirnya berubah nama menjadi Freedom of Rhapsodia. Band ini sempat mencuri perhatian lewat lagu Hilangnya Seorang Gadis. "Dia mulai kelihatan banget rock-nya. Aksi panggungnya juga. Main gitar pakai gigi lah, main keyboard pakai kaki lah."

Freedom of Rhapsodia disebut mengalami perpecahan. Di waktu yang bersamaan, musisi rock Benny Soebardja mengalami hal serupa bersama Giant Step, grup yang tak kalah hebatnya.


"Dia mengajak main band waktu ketemu di Bandung. Akhirnya kita ketemu buat formasi baru untuk meneruskan lagu Giant Step. Dia mencari saya dan saya lagi vakum waktu itu. ," kenang Benny Soebardja kepada Metrotvnews.com.

Formasi Giant Step saat itu diisi Benny Soebardja (vokal, gitar), Deddy Dores (keyboard) dan Albert Warnerin (gitar), Adhy Sibolangit (bass), Janto (drum).

Deddy belajar musik secara otodidak. Penggemar Deep Purple dan Black Sabbath itu tak sungkan berguru langsung pada orang yang dianggapnya punya keahlian khusus. Misalnya ketika Deddy bergabung bersama God Bless. Di band ini, Deddy menjadi keyboardist.  


"Di God Bless dia banyak belajar sama Ludwig Lemans. Begitu Ludwig ke Belanda, dia jadi gitarisnya God Bless," ujar Yoni.

Jejak Deddy Dores di God Bless terbilang singkat. Bersama Jelly Tobing dan Deddy Stanzah, Deddy membentuk grup rock lain bernama Super Kid. Bersama Super Kid, karier Deddy melesat di belantika nasional.

Seperti dikutip dari buku Musisiku 1 yang disunting Denny Sakrie, Superkid disebut satu-satunya grup musik rock yang  memiliki jadwal paling padat kala itu. Satu bulan bisa 20 kali manggung. Grup yang digagas Denny Sabri itu mampu menjinakkan penggemar musik rock di sejumlah kota lain yang lebih fanatik dengan band daerah mereka. Ambisi Denny Sabri membentuk supergrup yang sejajar band rock lain terwujud.


"Awalnya saya dipanggil sama Deddy Dores ya memang buat bikin rock. Saya masih main di Medan waktu itu sebelum diajak dia. Deddy bilang, sudah pokoknya gampang, kita buat seperti SAS atau AKA. Bertiga untuk mewakili kota Bandung. Awalnya masih bawain Grand Funk (Railroad)," kata Jelly Tobing.

Deddy juga memiliki proyek dengan nama The Road. The Road sejak awal telah mengambil sikap. Yaitu hanya bermain di zona rekaman belaka. Deddy Dorres menjadi vokalis utama. Konsepnya adalah menyanyikan musik pop yang bertendensi “nelangsa”. Sepintas warna suara Deddy Dorres mendekati warna Benny Panjaitan dari Panbers (Panjaitan Bersaudara). 



Album perdana The Road bertajuk “Tinggal Kenangan”  yang menampilkan wajah Deddy Dorres dan Ludwig LeMans dirilis oleh Purnama Record pada tahun 1973. Direkam pertamakali pada 9 Maret 1973. Berisikan 9 lagu yang sebahagian besar ditulis oleh Deddy Dorres dan sekitar 3 lagu ditulis oleh Mamad C’Blues. Lagu lagu yang terdapat dalam album The Road ini sebahagian besar berkonotasi mellow.

Judhi Kristianto, pemilik JK Records, jatuh hati dengan suara Deddy. Dia melihat potensi lain dari sosok Deddy. Tak hanya bernyanyi, Deddy juga diminta membuat lagu dan mengorbitkan penyanyi lain.

"Saya yang mencari dia karena saya suka dengan karakter vokalnya. Saya saat itu selalu bersama Pance. Lagu Pance direkam dengan vokal Deddy Dores. Suara Deddy itu pop banget, laki banget," kata Judhi saat berbincang dengan Metrotvnews.com.

"Ada lagu saya yang dia nyanyikan kasetnya meledak, Hatiku Masih Milikmu. Album pop Deddy Dores yang paling laku itu di JK Record," tandasnya.

Deddy pun secara sadar melihat potensi untuk mendapat uang lebih banyak dari musik pop. Dia kemudian banyak menciptakan lagu cinta yang melankolis untuk banyak penyanyi pop. Penyanyi yang paling sukses di tangan Deddy tentu saja Nike Ardilla.

"Waktu ke pop itu memang pilihan dia juga. Pilihan yang wajar saat itu menurut saya. Saya juga begitu. Dia menemukan Nike Ardilla, Nafa Urbach. Tapi saya menemukan Betharia Sonata sama Nicky Astria. Ya, sama-sama berhasil," kata Jelly.

Nama Deddy Dores memang tidak bisa lepas dari sosok Nike Ardilla. Begitu juga sebaliknya. Deddy sudah mengenalnya sejak Nike kecil.

Di masa jayanya, Deddy memang seperti Midas. Semua lagu-lagunya banyak yang menjadi hit. Tak heran banyak produser dengan senang hati berkerja sama dengannya. Namun, hanya bersama Nike Ardilla, Deddy dianggap benar-benar berhasil.

"Lagu Bintang Kehidupan awalnya dibikin di studio saya. Saya masih simpan rekamannya lagu Bintang Kehidupan dengan vokal Deddy Dores. Tadinya mau saya kasih ke penyanyi lain. Tapi dicopot sama Deddy vokalnya, jadi buat Nike Ardilla," kata Judhi.

Sayang, Nike justru meninggal saat popularitasnya sedang di atas. Perlahan, Deddy mulai menghilang dan gaungnya tak nyaring lagi. Meski begitu, upaya Deddy menemukan penyanyi lain tetap tidak berhenti.

Deddy juga sepertinya sadar, fenomena Nike begitu kuat dan mencuri perhatian. Tak sedikit penyanyi orbitannya selalu dikaitkan dengan nama Nike. Mulai dari menyematkan julukan 'titisan Nike Ardilla' hingga memakai 'Ardilla' di belakang nama penyanyinya. Tapi tetap saja, tidak ada yang bisa menyamai kesuksesan Deddy bersama Nike.

"Lagu Dores sama Nike itu kawin, pas. Seperti halnya lagu Dian Piesesha dengan Pance, Meriam Bellina dengan Pance juga klop. Lagu Ria Angelina dan Obbie Mesakh. Ditambah lagi, Nike juga sebagai bintang film. Itu banyak mendukung. Lagu Nike Ardilla mau dibawakan penyanyi lain tetap kalah sama Nike," kata Judhi.

"Kalau urusan popular, lagunya yang lain setelah Nike juga banyak yang terkenal. Tapi untuk yang menyamai Nike memang susah. Deddy juga pernah bilang kalau kualitas kepopuleran Nike tidak ada tandingannya. Lagu Hatiku Bagai Terpenjara punya Nafa Urbach itu populer juga. Tapi karismanya tidak ada yang menyamai Nike. Kalau soal karisma itu kan yang tahu cuma Allah," terang Yoni.

Mengawali karier sebagai musisi rock, Deddy Dores kemudian dikenal sebagai pencipta lagu-lagu pop yang melankolis. Langkah Deddy terjun ke industri musik pop memang sempat dikritik tak lagi idealis.

Namun, dalam sebuah wawancara, Deddy pernah mengungkapkan bahwa hanya musik rock yang bisa memuaskan batinnya. Jika ingin melihat Deddy Dores yang asli, lihatlah dia ketika bersama grup musiknya yang mayoritas bergenre rock.

Benny Soebardja tahu betul soal kecintaan Deddy pada musik rock. Benny menyebut Deddy seperti punya dua sisi yang jarang dimiliki musisi lain. Baginya, langkah Deddy itu terbilang cerdas.

"Dia punya dua sisi. Dari sisi rekaman dia bertangan dingin. Bisa menghasilkan artis yang sukses seperti Nike Ardilla. Dia bisa berpijak di dua wilayah yang genrenya lain sama sekali. Dia itu basic-nya rock. Tapi karena bertangan dingin dan pintar bikin lagu yang sangat sweet. Saya sendiri susah kalau disuruh bikin lagu yang sweet. Itu kelebihan dia. Dia bisa buat lagu yang dipesan produser dan cocok sama artis yang dipilih produser," ujar Benny.

"Deddy banyak banget bikin band rock. Sama Nike dan beberapa penyanyi lain kan dia sedikit memasukkan musik rock, makanya disebut slow rock itu. Mau kaya bagaimana juga dia kembali ke musik rock," kata Yoni.



Ketika kariernya di dunia pop mulai berjalan, Deddy lantas membentuk band Lipstick bersama Jelly Tobing, Harry Soebardja, dan Atauw.

"Tapi dia tetap sama rock. Lipstick itu kan punya saya. Mereka bikin band rock bareng Jelly Tobing dan Atauw. Makanya belum ada yang seperti dia yang bisa banyak musik. Dores ini memang musisi serba bisa," ucap Judhi.


Deddy Dores cukup rajin membuat group rock walaupun tidak betahan lama sebagai contoh adalah group Caezar sebuah grup yang juga beranggotakan Jimmy Manopo sebagai drummer dan Dewa Budjana sebagai gitaris. Album semata wayang Khais & Laila adalah penanda kehadiran mereka sekaligus kematian group itu. Hal yang sama berlaku dengan album Phillons yang juga hanya mengeluarkan satu album lantas tak diketahui rimbanya lagi.

Anggapan Deddy hanya mengedepankan komersialitas dalam berkarya ditampik Yoni. Menurutnya, sang kakak menghasilkan ratusan bahkan hingga ribuan karya. Tidak semua dia buat untuk mencari uang semata. Misalnya ketika Deddy membuat lagu-lagu daerah.

"Laku atau tidak laku dia tetap lanjut saja bermusik. Malah album yang keluar itu hampir 600 lebih," kata Yoni.

"Di industri musik orang itu harus fleksibel. Apalagi dia memang serius di genre lain. Tidak ada kata melacurkan diri selama dia mengambil peran bagus di industri yang dia geluti. Kalau rekaman terus jadi hits kenapa tidak," jelas pengamat musik Bens Leo, saat berbincang dengan Metrotvnews.

Bagi Bens, perjalanan panjang Deddy di dunia musik merupakan sebuah idealisme tersendiri. "Banyak teman seprofesi dia yang pernah populer, tapi kemudian ada yang pindah ke bidang lain seperti bisnis. Sedangkan Deddy dari dulu sampai sekarang tetap di dunia musik."

Di tengah kesibukannya, Deddy masih kerap berkumpul dengan sesama musisi rock. Karena itu, Benny yang puluhan tahun mengenal Deddy tetap menganggapnya sebagai musisi yang idealis.

"Dia tetap musisi yang idealis. Kalau kumpul sama kita, dia sangat kontributif. Kita ada pos di Bandung sering kumpul. Dia sangat antusias sama komunitas rock kita. Diskusi soal stage act. Deddy Dores orang yang sangat serius. Kalau punya konsep rock dan dia sangat all out. Dia memberikan suguhan yang maksimal," kata Benny.

Sekitar tahun 2012, Deddy sempat menghidupkan kembali Super Kid bersama Jelly Tobing. Sesekali mereka tampil di acara-acara rock sekadar melepas rindu. Bedanya, Jelly mengajak sang anak, Ikmal Tobing untuk mengisi posisi drum. Deddy pada gitar, sedangkan Jelly memetik bass. Ada kepuasan tersendiri dirasakan Deddy ketika tampil lagi bersama Super Kid. Jelly dan Deddy lalu punya rencana lain untuk mengenang kejayaan musik rock era mereka.

"Kita pernah rembuk untuk Giant Step formasi yang awal. Saya sudah ketemu sama  Jelly Tobing. Ada promotor yang tertarik untuk reuni Giant Step tahun ini. Sudah matang konsepnya. Tapi Deddy sudah keburu dipanggil," tutup Benny.



Deddy Dores meninggal akibat penyakit jantung Selasa malam, 17 Mei 2016, pukul 23.45 WIB. Dia meninggal di usia 65 tahun. (Metronews).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...