Laman

Sabtu, 19 November 2016

TUFFA




Mengejar cita-cita untuk menjalani hidup sebagai musisi sudah pasti memiliki jalan cerita yang sangat panjang. Berbagai halangan dan rintangan harus dilalui dipenuhi cerita suka dan duka. Kurang makan sampai berkelahi antarsesama anggota band adalah sekelumit cerita perjalanan yang dilalui oleh Tuffa.

Tuffa dibentuk pertama kali pada tahun 2009 oleh Fierza (vokal) dan Dodi (bass) serta dua orang lagi yang sudah tidak lagi bergabung. Di perjalanan selanjutnya kemudian bergabunglah Dedi (gitar), Bimo (drum) dan Sandi (keyboard). Bersama-sama mereka bekerja keras meraih cita-cita di belantara industri musik Indonesia.

Ketidakjelasan akan masa depan Tuffa sempat menimbulkan konflik internal. Fierza mengenang masa penuh konflik itu berlangsung beberapa bulan. Dimana setiap ketemu dengan niat untuk mencari penyelesain masalah, namun berujung malah semakin memperparah keadaan. Tidak hanya perang dingin atau saling diam, bahkan sampai pada kontak fisik.

Adalah Seno M. Hardjo yang bisa disebut “menyelamatkan” nasib Tuffa. Mereka dipercaya untuk terlibat dalam sebuah proyek album kompilasi Tribute to Fariz RM dan Dian Pramana Poetra. Hal inilah yang membuat Tuffa kembali bersemangat dan memulihkan hubungan internal.  “Kita merasa beruntung banget (diajak terlibat di album kompilasi). Karena gak banyak band indie, apalagi bang indie yang bagus juga banyak. Kita menjadi salah satu yang beruntung kalo menurut kita bisa diajak bergabung,” ujar Fierza.

Keterlibatan dalam album tersebut seolah menjadi pembuka jalan bagi Tuffa untuk bergabung dengan Sony Music Indonesia. Dimana sebelumnya mereka sudah angkat tangan karena berkali-kali ditolak oleh banyak label. Mereka memberikan demo lagu yang menyodorkan genre rock alternatif dan membuahkan “pinangan” dari Sony Music Indonesia untuk bergabung pada tahun 2014.

Ketika mengenang masa kecil, tidak semua anggota Tuffa bercita-cita jadi musisi. Fierza sempat ingin menjadi Menteri Lingkungan Hidup, Dodi malah ingin jadi dokter kandungan. Adapun Sandi dan Dedi masing-masing ingin menjadi polisi dan pemain bola. Hanya Bimo yang konsisten ingin jadi musisi sebagai vokalis namun takdir menentukannya menjadi penabuh drum.

Ketika akhirnya memilih menjadi musisi, keluarga mereka sempat meragukan pilihan itu. Hal ini terjadi karena orang tua mereka khawatir dengan gaya hidup serta masa depan musisi di Indonesia yang belum menjanjikan untuk kehidupan layak.

Bimo bahkan sampai pernah beberapa minggu tidak berkomunikasi sama sekali dengan bapaknya yang menentang keinginan menjadi musisi. Sementara Fierza awalnya tidak mendapatkan dukungan dari ibunya. Alasannya adalah karena melihat ayah Fierza yang dulu sempat menjadi musisi.

Lain halnya dengan Sandi. Besar di keluarga yang menyukai musik, Sandi malah awalnya sempat menolak dan harus dipaksa untuk ikut les piano. Tapi kemudian dia akhirnya menyukai aktifitas bermusik dan memilih sebagai musisi. Namun keadaan berbalik, dimana orang tua malah meragukan pilihannya.

Adapun makna nama Tuffa memiliki tiga arti yang berbeda. Awalnya mereka memaknai Tuffa yang berarti apel dalam bahasa Timur Tengah. Namun dalam perjalanannya, mereka menemukan makna lain dalam bahasa Tidore yang berarti langit. Serta menurut ilmu geologi, Tuffa berarti tanah liat. “Ada salah satu dosen geologi yang nonton kita waktu lagi manggung bilang, ‘Eh namanya keren loh, Tuffa.  Kalo saya lagi ngajar, Tuffa itu artinya tanah yang semakin solid kalo misalnya diterpa angin diterpa hujan dia semakin merekat,’” terang Fierza.

Mereka kemudian mengambil filosofi dari tiga makna nama Tuffa. Apel yang terlihat segar dan enak mewakili keinginan mereka untuk enak buat dilihat dan ditonton. Sementara langit adalah tingginya cita-cita yang tidak terbatas. Lalu tanah liat dianggap sebagai kekompakan dan keeratan Tuffa setelah ditempa oleh berbagai konflik dan rintangan.

Secara sederhananya Tuffa memiliki keinginan untuk tampil menyegarkan demi mencapai kesuksesan setinggi langit. Dimana dipadukan dengan persahabatan yang terus rekat dan semakin kuat dari hari ke hari.

Penolakan maupun keraguan yang mereka alami dalam memutuskan berkarir sebagai musisi dilampiaskan dalam single ‘Benar – Salah’. Lagu ini ditulis selama dua hari bergadang. Dimana ketika Fierza menuliskan liriknya , Tuffa tengah berada dalam kondisi di ujung tanduk dan penuh konflik. “(Melalui lagu ini kami mengajak) gak usah didengerin (mereka yang meragukan pilihanmu). Tetap jalani apa yang dipercaya. Benar atau salah Tuhan yang menentukan, bukan mereka,” jelas Fierza.

(Newsmusik, 11/11/2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...