Laman

Senin, 14 November 2016

BIGMAN ROBINSON : Mewujudkan Impian




Majalah Aktuil dalam penerbitan Edisi No. 78 Juli 1971, menulis Bigman Robinson sebagai group band yang serba “Big”. Alasannya anak band Jakarta itu dinilai gede omong, gede kepala dan gede rasa.

Majalah AKTUIL juga dengan sinis menulis Bigman Robinson terlalu sombong, karena salah satu personelnya anak seorang jenderal yang menjadi ketua golongan pemenang pemilu. Dikatakan pula kalau Bigman Robinson punya peralatan band yang paling mutakhir dibandingkan group band lainnya di Jakarta. “Padahal kalau kita mau latihan saja, mesti pinjam dari sana sini,” kata Eman, gitaris Bigman Robinson yang sampai sekarang masih asyik memetik gitar dari kafe ke kafe maupun panggung hiburan.

Bigman Robinson dibentuk pada bulan April 1968, oleh Heru, Tono, Maxi Afil, Sonny dan Arief. Tujuannya cuma buat meramaikan acara pesta dansa di seantero Kebayoran Baru. Formasi group berubah ketika AS Utama dan Eman Saleh bergabung.

Berkat ide dan polesan Maxi Gunawan, Bigman Robinson menjadi sebuah group yang disegani oleh Band-band Jakarta lainnya. Bigman Robinson tampil beda dengan membawakan lagu-lagu sulit dari Allman Brothers, James Gang, Jethro Tull, Deep Purple, John Mayall maupun Golden Earrings.

Sementara Band-band Jakarta lainnya seperti Gypsy, Spokesman, Ayodhia, Fancy, Ireka, Beat Stone, Rasela, Coklat Madu, Dayasi, Bharata, atau Flower Poetman groupnya Guruh Soekarnoputera, mereka semua hanya memainkan lagu-lagu pasaran dari Beatles, Beegees, The Monkees, The Kinks, Rolling Stones maupun yang rada berat dari Black Sabbath, Led Zepplin dan Moody Blues.

Buaya Band Pesta

Bigman Robinson semakin popular di kalangan anak muda Ibukota. Di setiap pesta dansa yang ada Bigman Robinson main, dapat dipastikan pesta itu bakal ramai. Mereka yang tak memiliki undangan dikenal sebagai buaya pesta, dengan akal bulus dan tipu muslihat berupaya menerobos ke dalam pesta dansa. Caranya, datang berpasangan dengan seorang gadis, mengenakan jas pinjaman entah dari mana atau mengekori tokoh pemuda yang disegani serta menjadi "Roadies" kuli angkut band.

Kalau datang bergerombol seperti buaya lapar, jangan harap bisa masuk ke arena pesta. Dengan popularitasnya itu, Bigman Robinson mulai merambah tampil di pesta-pesta anak Menteng kalau jadi Band Tamu. Biasanya Bigman Robinson cuma memainkan beberapa lagu andalannya, setelah itu merambah main di pesta-pesta dansa lainnya di Jakarta.

Bila ada band lain, Bigman Robinson tampil akhir acara. Teman mainnya di pesta dansa cuma Fancy, Ireka, Dayasi, Beatstone serta beberapa band kacangan. “Kalau band lain biasanya 
selalu menghindar, mereka seakan enggan main bersama Bigman Robinson,” sumbar Eman.

Tak ada pesta dansa di malam minggu terlewat oleh Bigman Robinson. “Jenuh juga kalau setiap minggu main,” kata Sonny. Padahal mereka main untuk kesenangan belaka. Soal honor pembayaran main, biasanya dibagi rata dan habis buat mentraktir teman-teman. Tawaran manggung semakin banyak diperoleh. Mulai dari pesta dansa ke panggung terbuka TIM, pesta semalam suntuk “Dancing on the Street” di Bundaran Hotel Indonesia, sampai ke pesta warga kompleks tentara di Bearland. Selanjutnya Bigman Robinson kalau latihan pun selalu di Bearland karena di tempat itu peralatan musiknya lengkap dan baru, milik Band Ireka yang dimodali oleh Bustanil Arifin, Kabulog yang kala itu menjadi warga Bearland.

Modal Nekad

Bigman Robinson mendapat tawaran main dalam sebuah duel meet dengan Rhapsodia dan Yeah Yeah Boys di GOR Pancasila Surabaya. Tono menghadapi dilemma, main band atau ujian sekolah. Akhirnya ia memilih untuk sekolah. “Pokoknya kita modal nekad saja main di Surabaya yang penontonnya dikabarkan beringas,” ucap Maxi Gunawan. Bigman Robinson mempergiat latihannya di rumah Memeth Soekasah yang menggantikan Tono sebagai pemain gitar bass yang pernah bergabung group band Free Love.

Dengan modal album “Deep Purple in Rock,” Bigman Robinson melangkah pasti ke Surabaya dengan naik kereta api. Sebetulnya ada perasaan ragu untuk manggung, karena Bigman Robinson tidak membawa peralatan musik sendiri. Sewaktu Sound Check di siang hari menjelang duel meet memang semuanya berjalan lancar.

Namun malapetaka muncul pada saat Bigman Robinson mempersembahkan lagu ke-3 “Into The Fire” tiba-tiba Sound System suaranya seperti kaleng rombeng berciut-ciut tak karuan. Sampai akhirnya teriakan “Huuu …....Elek ...... elek...... wis muleh wae ...... turun ...... turun” terdengar menyakitkan kuping.

Tak perlu menunggu lama, para personel Bigman Robinson segera turun panggung dengan perasaan sewot. “Kalau di Jakarta yang berani teriak turun, pasti dikejar oleh anak-anak Bearland,” kenang Sonny. Memang boleh dikatakan setiap Bigman Robinson main selalu didampingi Ireka dan diikuti oleh puluhan anak-anak yang bergaya ala Hell’s Angels- nya Rolling Stones.

Walau panitia menyiapkan kendaraan untuk kembali ke Hotel, para personel Bigman Robinson malah memilih naik becak ke Tunjungan untuk menikmati soto ayam sambil ngobrol sampai pagi. Dan pulang ke Jakarta dengan hati campur aduk, kesal, marah, dan sebal menerima kenyataan. Dalam sejarah hidup Bigman Robinson baru kali ini diteriakin di suruh panggung.

Mungkin oleh karena kejadian tersebut Maxi Gunawan tiba-tiba saja hengkang dari Bigman Robinson, diikuti oleh Memeth Soekasah untuk membentuk group baru bernama The Zonk bersama Fonny dan Frans.

Akan tetapi The Zonk tak bertahan lama setelah Maxi memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke Belanda. Begitu pula Memeth Soekasah yang hijrah ke Inggris. Sementara itu Bigman Robinson tetap berkiprah dengan kembalinya Tono sebagai pemain gitar bass, serta Yanto sebagai pemain keyboard bersama Heru Soekawati drums, Eman Gitar Melody dan Sonny sebagai vokalis.

Jumpa Kawan Lama

Bigman Robinson menghilang dari hingar bingarnya musik Rock ibukota. Para personelnya memilih karir di jalur lain ketimbang di dunia musik terkecuali Eman Saleh yang tekun bergelut memetik gitar. “Kehidupan saya memang di sini. Saya bisa mempunyai isteri, anak, cucu dan rumah cuma dari main musik, ” tutur Eman di sela-sela penampilannya di Pasar Seni Ancol.

Heru Soekowati sendiri setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Perminyakan Cepu, kini bekerja di Pertamina. Sonny dengan santai menikmati perternakan ayamnya. Memeth Soekasah setelah menggondol Gelar Master Business of Administration di Universitas terkemuka di Inggris kini bergerak di lembaga konsultan keuangan. Di ruangan kerjanya yang paling tinggi di Jakarta, Memeth mengutarakan keinginannya untuk kembali. “Rasanya asyik juga kalau bisa kumpul ngeband lagi”.

Bagaikan gayung bersambut, keinginan Memeth langsung ditanggapi oleh Maxi Gunawan yang mencetuskan acara jumpa kawan lama di Newscafe Setia Budi 16 tahun silam. “Ini merupakan saat yang tepat untuk berkumpul lagi,” ucap Maxi Gunawan yang kini tak perlu bersusah payah lagi pontang-panting meminjam peralatan musik. Ia membangun sebuah studio super canggih di salah satu bagian rumahnya.

Dengan demikian Maxi Gunawan setiap saat bisa memainkan alat musik sambil menciptakan lagu. “Bahkan saya seringkali menciptakan lagu seusai sholat subuh.” Sebagai pemilik koleksi gitar yang tak ada duanya, Maxi Gunawan di sela-sela kesibukannya memimpin beberapa perusahaan, masih sempat mengeluarkan album rekamannya yang berjudul “Cinta” yang cukup mendapat tempat di kalangan pencinta musik Indonesia. “Album Cinta itu saya buat dan persembahkan buat isteri tercinta,” tambahnya.

Tersirat keinginan untuk tampil bersama lagi, mengingat hubungan Maxi dengan Memeth sudah berjalan 40 tahun lamanya. “Ini seperti mewujudkan impian. Kalau AKTUIL saja bisa muncul, kenapa Bigman Robinson tidak,” tukas Memeth. Mereka berdua berkeyakinan Bigman Robinson masih punya tempat di hati buaya-buaya pesta tahun 70-an.

Menurut rencana, Maxi Gunawan didukung Memeth Soekasah dan Tono S. bakal menggelar acara “Jumpa Kawan Lama” dengan tema “Bigman Robinson Song For My Best Friends”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...