Laman

Jumat, 30 Desember 2016

TERENCHEM : Solo Punya Gaya




Pada tahun 1969 sekelompok anak muda berlatih grembyang-grembyong bermain band, tepatnya di daerah Manahan, Solo. Begitu mulai terdengar suara drum ditabuh, gitar dibetot, orgen dipencet yang terdengar hingga jarak jauh yang mana mengundang sekumpulan anak-anak yang kebanyakan berusia dibawah sepuluh tahun berlarian atau mengayuh sepeda jengki, menuju tempat mereka berlatih. Sebuah garasi, dari sebuah rumah besar menghadap Lapangan Manahan-dengan pohon mangga harum manis yang buesar, yang pintunya dibuka lebar-lebar. Didalamnya ada sekelompok mas-mas berambut gondrong awut-awutan yang asyik berteriak-teriak (ternyata itu bernyanyi..) dan bermain musik,suaranya keras-hingar bingar, sehingga anak anak itu sibuk menutup telinga mereka tetapi anehnya mereka saat itu enjoy saja. Mereka sempat baca di bass drum-nya adalah kata: TRENCEM. Saat itu mereka sibuk berlatih menghadapi “Duel Meet” dengan band lain yang namanya Yap Brothers. Banyak baliho2 dan poster2 raksasa tulisan tangan ditempat-tempat strategis yang meng-iklan-kan: “Duel Meet..Trencem Vs. Yap Brothers, Di GOR Manahan”. Dan memang dikemudian hari hanya ada dua pelopor musik underground dunia. di Jawa tengah yaitu Terncem dan Yap Brothers mereka disebut sebut sebagai pelopor musik hangar binger di Jawa Tengah saat itu hingga pertengahan era tujuhpuluhan.

Ya, Terenchem..salah satu band kebanggaan kota Solo. Terenchem adalah salah satu band yang lahir di kota ini pada tahun 1969. Nama Terenchem merupakan kepanjangan dari Taruna Cemerlang. Terenchem diperkuat oleh lima orang personil, diantara Dordar (Gitar Melodi), Oendamora (Bass), Onnu (Organ), Bambang SP ( Drum), dan Bernard Permadi (vokal). Menurut kabar band ini pernah disinggahi sebentar oleh Setiawan Djodi yang menempati posisi sebagai gitaris. Sebelum AKA, God Bless, dll lahir dan sekaligus kondang, Band ini telah merasakan pahit getirnya menjadi sekawanan kelompok musisi. Dalam perkembangannya walaupun band ini dilahirkan di kota yang sama dengan kota kelahiran presiden kedua RI Soeharto, akan tetapi rupanya kondisi daerah seperti Solo tak banyak mampu memberikan kehidupan lebih layak bagi band ini, sehingga membuat band ini hijrah ke kota lumpia Semarang. Alasan mereka dipindah ke Semarang karena diminta oleh managernya karena peralatan musiknya akan lebih dilengkapi.

Kalau ditilik memang Terenchem ini nyaris seperti band Bentoel atau AKA, Bernard Parnadi sang vokalis dari group musik ini sering kali berekpresi bak orang yang kesurupan seperti Ucok di atas pentas musiknya. Group Ternchem dari Solo ini terkenal juga karena aksi panggung pertunjukannya yang mempertunjukkan ular, api, dan peti mati. Dalam satu pertunjukannya di Malang Ternchem membawakan suguhan lagu berjudul Into The Fire dari group Deep Purple yang dibawakan dengan versi Bernard sang vokalis. Dia muncul dengan keadaan kepala terbakar. Nyala api ini terus berlangsung hingga ke akhir babak pertama yang puncak dari babak ini adalah adegan bunuh diri Bernard yang kemudian dimasukkan dalam peti mati dengan diiringan lagu dari Rolling Stone yang berjudul Coming Down Again. Namun demikian Ternchem masih menyisakan atraksi yang lebih istimewa lagi.


Dalam pemunculan babak kedua yang dilalui tanpa setegang babak pertama, vokalis Bernard yang didampingi seekor ular dalam lagunya yang terakhir, sempat merogoh uang saku, dan dihamburkan lembaran-lembaran uang ratusan dan lima puluhan yang merupakan uang sisa honor mereka. Gaya pertunjukan panggung group Ternchem dikenal mengambil gaya panggung Alice Cooper, yang melengkapi penampilannya dengan atraksi bermain ular serta masuk peti mati ditutupi bendera Amerika Serikat. Aksi teatrikal group musik ini juga dilakukan ketika mereka pentas di Palembang dan Malang tahun 1974. Onny dari Terenchem dalam suatu pertunjukan “gokil-nya di Semarang bernyanyi dengan berani dan eksentrik, menggambarkan orang yang sedang masturbasi, bersenggema dengan berdiri nyaris sama seperti apa yang dilakukan oleh Ucok Harahap di panggung. Pertunjukan dengan memakai ular, api, dan peti mati masih diperlihatkan Ternchem pada pertunjukan Musical Show Penutup Tahun 1972. Dalam satu pertunjukannya di gedung Gelora Pancasila Surabaya Juni 1974.



Dalam banyak pertunjukan musiknya, band ini sering membawakan lagu-lagu dari grup musik Grand Funk Railroad, Deep purple, James Brown, dan sebaginya. Pernah dalam salah satu pertunjukannya pada tahun 1972, Ternchem membawakan lagu Grand Funk, tetapi secara tiba-tiba irama berubah menjadi sebuah lagu jawa yang berjudul Suwe Ora Jamu dengan alunan suara Permadi serta gaya yang lucu. Belum selesai dengan lagu tersebut, Ternchem kemudian mengubah irama lagu jawa tersebut menjadi lagu Sepasang Bola Mata. Mereka seakan-akan bisa mengerti selera dari penonton serta terus memikat simpati penonton.


Bernard vokalis dari band ini berekpresi seperti orang kesurupan di atas pentas musiknya. Band Terncem dari Solo terkenal juga karena aksi panggung pertunjukannya yang mempertunjukkan ular, api, dan peti mati. Dalam satu pertunjukannya di Malang Ternchem membawakan suguhan lagu berjudul “fire” dari Deep Purple yang dibawakan dengan versi Bernard sang vokalis. Ia muncul dengan keadaan kepala terbakar. Nyala api ini terus berlangsung hingga ke akhir babak pertama yang puncak dari babak ini adalah adegan bunuh diri Bernard yang kemudian dimasukkan dalam peti mati dengan diiringan lagu dari Rolling Stone yang berjudul “Coming Down Again”. Namun demikian Terncem masih menyisakan atraksi yang lebih istimewa lagi. Dalam pemunculan babak kedua yang dilalui tanpa setegang babak pertama, vokalis Bernard yang didampingi seekor ular dalam lagunya yang terakhir, sempat merogoh uang saku, dan dihamburkan lembaran-lembaran uang ratusan dan limapuluhan yang merupakan uang sisa honor mereka. Gaya pertunjukan panggung grup Terncem dari Solo dikenal mengambil gaya panggung Alice Cooper, yang melengkapi penampilannya dengan atraksi bermain ular sanca serta masuk peti mati ditutupi bendera Amerika.



Aksi teatrikal band ini juga dilakukan ketika mereka pentas di Palembang, dalam suasana lampu yang gelap samar-samar dengan sinar kemerahan-merahan. Ternchem membuka acaranya dengan irama-irama lembut dibalut alunan organ. Selanjutnya irama berganti dengan irama-irama hot dan keras, kemudian muncul vokalis Bernard, di antara lengkingan suara musik, sebagai bentuk sensasi nyala api dihidupkan di atas topi yang dipakai Bernard. Aksi panggung tidak berhenti sampai disitu, kemudian irama keras berganti ke irama Melayu dengan diselingi irama Timur Tengah. Kemudian muncullah pemain organ Ony dengan ular mautnya, sambil meliuk-likukkan bersama ular yang digantung di lehernya mengikuti irama musik yang semakin mendayu. Acara ini diselesaikan Ony dengan iringan tepuk tangan dari penonton. Pada babak kedua, aksi adegan sama dengan yang dilakukannya ketika pentas di Malang, puncak aktraksi pertunjukan dengan melakukan adegan penusukan perut dengan pisau di tangannya atau bunuh diri Bernard yang kemudian dimasukkan dalam peti mati. Sebagai penutup dari atraksi Ternchem, band ini membagikan foto mereka kepada publik. Onny dari Ternchem dalam suatu pertunjukannya di Semarang bernyanyi dengan berani dan eksentrik, menggambarkan orang yang sedang masturbasi , bersenggema dengan berdiri.

Pertunjukan dengan memakai ular, api, dan peti mati masih diperlihatkan Ternchem pada pertunjukan Musical Show Penutup Tahun 1972. Pada babak pertama Ony menyuguhkan gaya seperti Ucok AKA ketika menyanyikan lagu “Sex Machine” dengan bergoyang pinggul dan menelungkupkan tubuh, seolah-olah tengah bersenggama. Pada babak kedua, dua orang pemain Ternchem melekatkan ular di leher mereka. Atraksi berikutnya ialah munculnya sebuah peti mati. Tiba-tiba Permadi (vokalis) mengeluarkan sebilah pisau dan mengarahkan pisau tersebut kebagian perutnya. Adegan selanjutnya persis seperti seorang yang melakukan bunuh diri. Dalam satu pertunjukannya di gedung Gelora Pancasila Surabaya bersama AKA pada bulan Juni 1974, Ternchem yang biasanya menyuguhkan atraksi pertunjukan panggung dengan peti mati untuk kali ini tidak bisa menampilkan atraksi tersebut karena ada gangguan teknik dari alat-alat. Terchem mengatakan tentang tarif honor pertunjukannya berkisar antara Rp. 250.000,00 sampai Rp. 400.000,00 untuk setiap kali show.


Seperti halnya band AKA yang mendapat teguran dari pemerintah setempat karena gaya panggungnya yang gila-gilaan, band ini pun mendapat perlakuan yang sama pada awal dekade 1970-an. Selain dicekal aksi panggungya karena permainannya terlalu berani dan gaya yang ditampilkannya cenderung menyimpang dari gaya yang biasa ditampilkan oleh grup-grup lainnya, band ini juga mendapat cekalan karena rata-rata personilnya berambut gondrong. Ada yang menilai tindakan ini sebagai suatu tindakan yang tidak adil karena rambut gondrong merupakan satu mode. Adapun ciri khas dari mode adalah cepat berkembang dan cepat hilang. Pelarangan serta razia pemotongan rambut dijalankan oleh petugas apapun merupakan “perkosaan” terhadap hak asasi manusia dan kurang bijaksana.


Sudah merupakan suatu hal yang umum yang terjadi pada decade 1970-an bahwa kegarangan suatu band akan melunak ketika band tersebut masuk ke dapur rekaman. Hal ini bisa dilihat dari kegarangan ternchem di atas panggung ternyata tidak terlihat ketika band ini memulai album rekamannya. Ternchem dari Solo yang terkenal dengan pertunjukan ularnya di atas panggung membuat rekaman perdananya pada tahun 1973, sayangnya lagu-lagunya yang diciptakannya kurang mendapat tempat di hati pendengar musik pop di negeri ini. Menurut salah seorang anggota terchem Bambang SP ketidakberhasilan rekaman mereka karena lagu-lagunya masih terpengaruh oleh irama hardrock yang hanya digemari oleh kalangan tertentu. Agar tidak mengulangi kegagalan, band Ternchem melakukan rekaman kedua pada pertengahan bulan April 1974, kali ini mereka akan merekam lagu yang lebih sesuai dengan selera masyarakat. Sayang kedua-duanya tidak disambut semeriah pertunjukan musiknya. Grup ini pada tahun 1975 membuat album rekaman volume ke -3 di perusahaan rekaman Metropolitan. Dalam kesempatan yang sama mereka juga akan membuat rekaman pertama Pop Jawa. Ternchem melakukan rekaman di studio metropolitan, dan yang produksi adalah Yukawi punyanya Nomo Koeswoyo. Volume pertama band ini dibuat diatas label Remaco dengan judul zaman edan, lalu pada volume kedua dia rekaman di Dimita. Seperti yang dikatakan oleh band ini bahwa kebanyakan dari lagu-lagu rekaman mereka adalah lagu kacang goreng, lagu-lagu yang banyak menekankan segi komersial karena bagaimanapun lagu tersebut adalah lagu yang dikonsumsikan oleh masyarakat banyak. Kini anggota Terncem hanya tinggal kenangan bagi kaum era 70’an kota Solo karena personilnya sudah tinggal 2, Dordar dan Bambang SP, Oen Damora dan Bernard telah wafat.


Kini rumah besar tempat mereka berlatih itu masih tetap sama pohon mangga harum manis masih tetap sama (sekarang tampak lebih kecil). Hanya saja pintu garasi itu kini tertutup rapat. Tak ada lagi hangar binger musik disitu, tak ada lagi anak anak yang berlarian mengayuh sepeda menonton mas-mas berambut gondrong awut awutan itu, semuanya sudah sepi. (dari berbagai sumber). (MH Alfie Syahrine)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...