Laman

Jumat, 30 Desember 2016

GLAM ROCK : Ambiguitas Jender di Atas Panggung




Glam itu diadopsi dari kata glamour. Konsep fashion yang urakan, warna-warni dan terkesan berkilau, menjadi trademark dari era ini. Lalu, bagaimana sejatinya aroma glam rock, bisa begitu mewabah di dunia musik era 80-an itu?

DI INDONESIA, salah satu genre yang seperti numpang lewat saja adalah Glam Rock. Sejak dekade 60-70an ketika dunia musik di Indonesia mulai memasuki era industrialis [baca : rekaman komersil] hingga saat ini, tak terlalu banyak sosok–sosok pengusung glam rock yang cukup menonjol di negeri ini. Mengapa bisa begitu? Lalu apa sebenarnya glam rock itu?

Banyak yang sering menyamaratakan glam rock dengan glam metal. Padahal keduanya memiliki karakteristik musik yang berbeda. Gampangnya, glam rock lebih soft ketimbang glam metal. Asal muasal dan era kejayaannya pun berbeda. Jika glam rock berasal dari tanah Britania dan berjaya pada dekade 70an, maka glam metal tumbuh di Amerika dengan masa jaya pada dekade 80an.

Glam rock memang tidak lahir di Amerika. Genre yang antara lain terbentuk dari campuran rock n roll, psychedelic dan art rock ini mulai berkembang di Inggris pada awal 70an dengan band–band seperti T-Rex, Bay City Roller, Sweet serta sosok penyanyi seperti David Bowie dan Gary Glitter. Sementara pada masa yang hampir bersamaan, di Amerika muncul New York Dolls, Jobriath dan Lou Reed. Pada awalnya, para pengusung glam rock hampir tak ada bedanya dengan mereka yang berjalan di jalur garage rock pada masa itu. Hanya memang secara musikal glam rock lebih kuat unsur art rock-nya ketimbang garage rock.

Pada pertengahan 70an glam rock menemukan bentuk keduanya. Salah satu ciri yang melekat pada glam rock gelombang kedua adalah penyanyi dan pemusiknya memakai pakaian, rias wajah, dan model rambut yang gemerlap dan colorful. Itu sebabnya di Amerika glam rock juga sering disebut dengan glitter rock atau rock yang berkilauan.

Selain itu, glam rock juga kerap menampilkan ambiguitas jender. Paling gampang bisa dilihat pada penampilan para pengusungnya. Kostum yang seringkali mengkombinasikan unsur maskulinitas dan feminitas menjadi salah satu ciri tampilan glam rock pasca 1975. Selain kostum glitter dan ambiguitas jender, penggunaan unsur teatrikal –terutama di atas panggung– juga muncul. Queen adalah contoh kuat untuk urusan teatrikal di atas panggung dan dandanan yang gender ambiguity. Fashion glam rock gelombang kedua inilah yang dianggap melengkapi jati diri glam rock yang sebenarnya.

Selanjutnya, lewat band–band seperti Aerosmith, KISS dan sosok penyanyi Alice Cooper, glam rock berkembang ke arah genre lain yang lebih kuat unsur rocknya, yaitu glam metal. Masih dengan dandanan flamboyan ala glam rock, hanya saja glam metal secara musikal lebih berkutat di kawasan heavy metal seperti yang digeber oleh band–band Inggris macam Black Sabbath, Deep Purple dan Led Zeppelin. Glam metallah yang lebih pantas disebut lahir di Amerika, karena pada dekade 80an, kota Los Angeles menjadi basis lahirnya band – band glam metal seperti Poison, Motley Crue, Ratt dan Guns N’ Roses.

GLAM METAL lebih terasa di Indonesia di dekade 80an. Pasalnya, sejak akhir 70an, blantika musik rock Indonesia memang didominasi band-band hardrock dan metal epigon dari Deep Purple, Led Zeppelin, atau Black Sabbath. Sementara sebelumnya, di awal 70an hingga pertengahan 70an, band–band seperti The Rolling Stones, The Beatles, The Bee Gees sangat mendominasi. Popularitas band–band tersebut memang lebih terasa gaungnya di Indonesia ketika itu ketimbang para pelaku glam rock seperti New York Dolls, T-Rex, Wizzard atau Sparks. Padhaal nama-nama itu, sebenarnya juga sibuk berkiprah di level internasional.

Tak heran, pertengahan 80an di Indonesia muncul band–band seperti Grass Rock, Power Metal, atau Valhalla yang lebih dekat dengan glam metal ketimbang glam rock. Pada generasi sebelumya, ada band–band seperti Rhapsodia atau The Rollies yang lebih dekat dengan glam rock generasi pertama seperti New York Dolls. Unsur teatrikal yang diusung ke atas panggung juga menjalar di permusikan Indonesia. Nama seperti Terncem dan AKA adalah pengusungnya. Bedanya, mereka tidak menampilkan dandanan gender ambiguity. Kebanyakan band rock di Indonesia pada masa itu memang lebih mengambil sisi musikal glam rock ketimbang menyentuh sisi fashion.

Glam rock dengan kostumnya warna-warninya, memberikan andil yang tak sedikit dalam perkembangan musik saat ini. Secara fashion, glam rock telah mempopulerkan gaya berdandan make up ala gothic serta mempengaruhi munculnya figur–figur baru seperti Marilyn Manson atau band The Darkness. Di Indonesia, meski kurang berkilau, glam rock juga mempengaruhi munculnya band–band seperti Seurieus pada era 90an atau Gribs, band anyar yang baru terbentuk pada 2008. Meski keduanya masih lebih dekat dengan glam metal ketimbang glam rock, tapi setidaknya secara fashion mereka mendapat pengaruh dari glam rock. (SoundUp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...