Laman

Sabtu, 17 Desember 2016

SOENATHA TANJUNG



Dilahirkan di Bondowoso pada 16 Desember 1945 dengan nama lengkap Joshua Soenatha Tanjung.


MESKI ayahnya, Samuel Tanjung, seorang pemain biola, Soenatha Tanjung mengaku belajar musik secara otodidak. Dia sama sekali tidak ikut kursus atau sekolah musik seperti kebanyakan anak-anak keturunan Tionghoa saat ini.

"Saya waktu kecil dulu tinggal di Bondowoso. Mana ada kursus musik di sana?" ujar Soenatha Tanjung kepada Radar Surabaya. Namun, dasar-dasar musik yang diperoleh dari sang ayah ikut mempengaruhi minat Soenatha dalam bidang musik.

Ketika keluarga Samuel Tanjung hijrah ke Surabaya, Soentha kecil pun tentu saja ikut. Mereka kemudian tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Blauran. Sejak itu minat Soenatha terhadap musik kian tebal. Soenatha mulai membeli buku-buku musik dan belajar sendiri.

"Jadi, saya ini sebetulnya otodidak. Guru saya, ya, buku-buku itu," aku ayah empat anak dan kakek satu cucu ini.

Soenatha beruntung karena pada saat itu dia memperoleh sejumlah buku musik bermutu terbitan luar negeri. Salah satunya dari Berkeley, Amerika Serikat. "Saya ikuti, saya pelajari pelan-pelan, dan akhirnya bisa main," kenangnya.

Soenatha baru benar-benar 'belajar main gitar' ketika bergabung dengan Arista Birawa, band terkenal di Surabaya pada 1960-an pimpinan seniman serbabisa Mus Muljadi.

Di grup yang biasa manggung di Taman Hiburan Rakyat (THR) ini, Soenatha dan kawan-kawan biasa mengiringi penyanyi kondang saat itu seperti Lilis Suryani, Tety Kadi, atau Mus Muljadi sendiri. Karena manggung hampir setiap hari, lama-kelamaan Soenatha tumbuh sebagai sa
lah satu gitaris top di Kota Surabaya masa itu.


Permainan gitar Soenatha ternyata menarik perhatian Ucok Harahap, putra sulung Ismail Harahap, bos Apotek Kaliasin, salah satu dari tiga apotek di Surabaya pada 1960-an. Berbasa-basi sejenak, Ucok mengajak Soenatha bersama-sama membuat band baru. Band yang tidak sekadar bermain untuk mengiringi penyanyi-penyanyi lain, tapi menawarkan musik yang berbeda. Apalagi, rezim Orde Lama yang dulu melarang musik rock dan sejenisnya baru saja tumbang.

Soenatha pun setuju dengan tawaran Andalas Datoe Oloan Harahap, nama lengkap Ucok. Selain mendapatkan Soenat
ha, Ucok juga berhasil merekrut Sjech Abidin (gitaris) dan Arthur Kaunang. Arthur yang awalnya hanya berbekal pengalaman sbagai pemain piano dan keyboard 'dipaksa' Ucok untuk belajar main gitar bas. Sebab, band baru ini memang belum punya pemain bassis. Dasar anak berbakat, dalam waktu singkat Arthur mampu bermain bas dengan tangan kiri.


Singkat cerita, Ucok Harahap akhirnya secara resmi mengumumkan berdirinya band baru di Surabaya. Namanya AKA, singkatan dari Apotek Kaliasin. Selain menghasilkan sekitar 15 album rekaman, AKA menjadi band paling fenomenal gara-gara aksi panggung Ucok yang nyentrik dan gila-gilaan. Misalnya, bergelantung di tali, kepala di bawah kaki di atas, masuk peti mati, serta atraksi-atraksi mendebarkan lainnya.

Meroketnya popularitas AKA membuat nama para personelnya pun ikut melambung. Soenatha Tanjung yang tadinya hanya dikenal sebagai gitars top Surabaya, atau Jawa Timur, kini disebut-sebut sebagai salah satu dewa gitar tanah air. Sayang, Ucok Harahap meninggalkan band yang dibentuknya dari nol itu. AKA bubar.

Sempat vakum selama setahun, tiga personel yang ditinggal Ucok membentuk band baru. "Manajernya, ya, Ismail Harahap, bapaknya Ucok. Bahkan, beliau yang memberi nama SAS, sesuai singkatan nama kami bertiga. So
enatha, Arthur, Sjech Abidin. Jadi, hubungan kami dengan Ucok dan keluarganya itu sangat baik. Seperti keluarga sendiri," katanya.


Berbeda dengan AKA, SAS Group merujuk pada ELP (Emerson, Lake & Palmer) dan Rush, trio rock asal Kanada. Juga terpengaruh Led Zeppelin dan Deep Purple yang sangat mendunia saat itu. "Di SAS ini kami bertiga bisa menyanyi dan kerja samanya jadi lebih gampang. Dan itu membuat kami bisa produktif di panggung maupun rekaman," tuturnya.

Soenatha perlahan-lahan meninggalkan musik rock, yang disebutnya 'musik sekuler', setelah kesetrum listrik di atas panggung pada 1987. Tangan kirinya lumpuh total. Sejak itu dia mendapat pelayanan rohani dari rombongan gereja. "Saya ber
tekad untuk melayani Tuhan," katanya.

Namun, karena ko
ntrak sudah ditandatangani, setelah sembuh, Soenatha masih sempat memperkuat SAS dan merilis album Metal Baja pada 1992. Setelah itu, Soenatha meninggalkan musik sekuler secara total. "Saya lebih mantap berada di jalan Tuhan," tegasnya. Dia kini menjadi pendeta di Gereja Bethany Surabaya dan menjadi penata musik disana sejak 1993.

Soenatha memiliki seorang istri, Elsye S. Yansen, dan mereka memilik empat orang anak: Maria Silvana Tanjung, Elizabeth Tanjung, Steven Tanjung dan Victor Tanjung. Soenatha beralamatkan di Jalan Mantarrejo II Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...