Laman

Senin, 30 Mei 2016

GILANG RAMADHAN




Kemampuannya menabuh drum telah membawanya bergabung dengan berbagai kelompok musik, berkolaborasi dengan musisi-musisi ternama hingga tampil dalam berbagai event internasional. Satu-satunya drummer Indonesia yang disponsori perusahaan simbal dari Amerika Serikat ini lebih banyak bermain di jalur jazz meski tak selamanya berkubang di situ.

Musisi kelahiran Bandung, 30 Mei 1963 ini adalah putra kedua dari pasangan Ramadan Kartahadimadja dan Safrida Nasution. Ayahnya dikenal sebagai sastrawan dan penulis andal, sementara sang ibu bekerja sebagai diplomat. Gilang memang mewarisi jiwa seni sang ayah meski dalam bidang yang sedikit berbeda. Jika ayahnya menekuni seni sastra, Gilang di kemudian hari lebih tertarik pada seni musik. Tak heran bila sejak kecil ia telah akrab dengan berbagai jenis alat musik, seperti biola yang pertama kali dipelajarinya di Taman Komponis
Ismail Marzuki (TIM) pada tahun 1971. Saat itu Gilang merupakan murid termuda yang belajar di sana. Selain alat musik gesek itu, Gilang juga sempat mempelajari piano di Perancis tahun 1973 pada Slamet Abdul Sjukur, komponis kondang yang juga sempat menularkan ilmunya pada Tony Prabowo, Paramitha Rusady, Soe Tjen Marching dan Rahayu Supanggah. Selain mengajarkan teknik bermusik, Slamet juga menanamkan dalam diri Gilang yang saat itu masih berusia 10 tahun, tentang apa yang disebut sikap kesenimanan.

Saat Gilang masih di Prancis, ia menyadari bahwa ia berbakat menabuh drum. Saat orang lain harus repot-repot masuk sekolah khusus bermain drum, Gilang justru tahu bahwa bermain drum bisa ia lakukan secara alamiah. Sejak saat itu, Gilang pun yakin bahwa hidupnya tidak bisa terlepas dari stick drum.

Gilang yang sejak kecil sudah merasakan hidup berpindah-pindah dari negara satu ke negara lain mengikuti ibundanya bertugas menggunakan kesempatan berkeliling dunia itu untuk memperkaya wawasan bermusiknya. Meski telah menunjukkan minatnya yang besar pada musik sejak masih kanak-kanak, Gilang baru mulai serius mengambil pendidikan formal musik di usia 15 tahun. Tepatnya di tahun 1978, ia mengambil spesialis musik di SMA Hollywood School. Tiga tahun kemudian, studi bermusiknya dilanjutkan ke bidang spesialisasi perkusi di Los Angeles City College (LACC) dan lulus tahun 1984.

Begitu kembali ke Indonesia, ia semakin mengembangkan kemampuan bermusiknya. Tahun 1983 semasa masih duduk di bangku kuliah, ia sempat bergabung dengan LACC Big Band yang beraliran mainstream. Setelah itu, Gilang kemudian bergabung dalam grup beraliran fusion, Nebula, bersama Musisi Jazz, pengarang lagu, produser musik Indra Lesmana. Selanjutnya, Gilang berkolaborasi dengan GTF dan Exit, band yang sama-sama beraliran pop/fusion. Perlahan tapi pasti jam terbangnya sebagai drummer semakin bertambah dengan keterlibatannya dalam sejumlah grup sebut saja Gilacomp dan Karimata, yang juga masih beraliran pop/fusion.

Sejak 1984, karier Gilang terus naik hingga akhirnya mengantarnya menjadi salah satu drummer papan atas Indonesia. Seleranya cenderung ke arah musik tradisional. Gilang juga mengoleksi berbagai alat musik tradisional seperti Gendang Bali, Gendang Sunda, Rebana, Tifa, serta jenis alat musik perkusi tradisional Indonesia lainnya. Tak hanya mengoleksi, ia juga mempelajari sifat dan warna tiap alat musik tersebut. Ia ingin mengangkat citra musik Indonesia di kancah musik dunia. 


Belum cukup sampai di situ, Gilang juga terus melanglang buana dari satu band ke band lain untuk menempa keahlian bermusiknya. Gilang sempat berlabuh di grup musik yang mengusung musik etnik pimpinan Musisi Dwiki Darmawan, Krakatau. Kemudian di tahun 1987, ia pernah tergabung dalam kelompok Andromeda, bersama Musisi Jazz Bubi Chen, Benny Likumahua, Jack dan Musisi Jazz, pengarang lagu, produser musik Indra Lesmana. Kelimanya berkolaborasi memainkan mainstream.

Sejak 1984, karier Gilang terus naik hingga akhirnya mengantarnya menjadi salah satu drummer papan atas Indonesia. Seleranya cenderung ke arah musik tradisional. Gilang juga mengoleksi berbagai alat musik tradisional seperti Gendang Bali, Gendang Sunda, Rebana, Tifa, serta jenis alat musik perkusi tradisional Indonesia lainnya. Tak hanya mengoleksi, ia juga mempelajari sifat dan warna tiap alat musik tersebut. Ia ingin mengangkat citra musik Indonesia di kancah musik dunia. 


Pengalamannya semakin bertambah setelah bergabung dalam trio yang beraliran progressive
Indra Lesmana's Group, yang kemudian merintis album new age. Bersama putra Musisi jazz
Jack Lesmana itulah, ia ikut tampil dalam ajang jazz kaliber internasional seperti Singapore Jazz Festival di tahun 1987 serta Jakarta International Jazz Festival (Jak-Jazz) dari tahun 1988 hingga 1996. Gilang kembali berkolaborasi bersama Indra saat membentuk sebuah group band beraliran pop rock bersama Donny Suhedra dan Mathes bernama Adegan. Di samping itu, masih bersama ketiga rekannya di Adegan, Gilang juga turut memiliki andil dalam pendirian kelompok musik Java Jazz, bergabung dengan musisi Musisi Jazz Embong Rahardjo hingga pertengahan tahun 1993.

Tiga tahun kemudian bersama Pra Budi Darma dan Indra Lesmana, Gilang bergabung dalam kelompok bernama PIG (Pra-Indra-Gilang) yang menyajikan komposisi-komposisi freejazz spontan yang kaya teknik, skill, harmonisasi dan warna. Selanjutnya di tahun 2002, Gilang mendirikan grup Nera bersama Donny Suhendra (Gitar), Adi Dharmawan (Bas), Khrisna Prameswara (Keyboard) dan Ivan Nestorman (Vocal). Grup musik yang namanya berarti cahaya dalam bahasa Flores itu memainkan pola musik fusion yang dipadukan dengan bahasa Flores yang dinyanyikan dengan khas. Musik band ini menonjolkan permainan drum Gilang yang energik dan kaya dengan modifikasi drum-kit seperti gendang, tifa dan ceng-ceng.

Dua tahun setelah mendirikan Nera, Gilang menerima 'pinangan' grup rock legendaris, God Bless, yang mendaulatnya sebagai drummer mereka menggantikan posisi Teddy Sujaya, drummer yang sudah cukup lama bergabung di kelompok musik tersebut. Gilang sendiri mengaku kaget dan tidak menyangka bisa bergabung dengan band yang selama ini dikaguminya. Tidak heran bila ia langsung mengiyakan pinangan grup band yang digawangi Ahmad Albar dan Ian Antono itu.

Selain kerap manggung bersama para seniman musik kawakan Tanah Air, musisi yang sempat diisukan sebagai pecandu narkoba ini beberapa kali berkolaborasi dengan sejumlah musisi perkusi dengan menggelar pertunjukan musik perkusi membawakan lagu-lagu Indonesia yang merupakan hasil karyanya sendiri.

Sebagai musisi yang sudah banyak makan asam garam, ia juga tak sungkan membagikan ilmu dan pengalamannya kepada para juniornya di dunia musik. Suami presenter Shahnaz Haque ini sering mengajar dalam berbagai workshop dan beberapa sekolah musik.

Gilang Ramadan adalah satu-satunya pemain drum di Indonesia yang disponsori oleh Zildjian, perusahaan simbal dari Amerika Serikat sejak tahun 1992 sampai sekarang. Perusahaan drum terbesar dari Jepang yaitu Yamaha, juga memberikan kepercayaan padanya. Ayah tiga putri ini juga merupakan artis dari BMG music, REMO U.S.A, dan AKG Austria. eti | muli, red

© ENSIKONESIA - ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Ditayangkan oleh redaksi - Dibuat 07 Jun 2011 - Pembaharuan terakhir 22 Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...