Mengejar
cita-cita untuk menjalani hidup sebagai musisi sudah pasti memiliki jalan
cerita yang sangat panjang. Berbagai halangan dan rintangan harus dilalui
dipenuhi cerita suka dan duka. Kurang makan sampai berkelahi antarsesama
anggota band adalah sekelumit cerita perjalanan yang dilalui oleh Tuffa.
Tuffa dibentuk pertama kali pada tahun 2009 oleh Fierza (vokal) dan Dodi (bass) serta dua orang lagi yang
sudah tidak lagi bergabung. Di perjalanan selanjutnya kemudian bergabunglah Dedi (gitar), Bimo (drum) dan Sandi
(keyboard). Bersama-sama mereka bekerja keras meraih cita-cita di belantara
industri musik Indonesia.
Ketidakjelasan akan masa depan Tuffa sempat menimbulkan
konflik internal. Fierza mengenang masa penuh konflik itu berlangsung beberapa
bulan. Dimana setiap ketemu dengan niat untuk mencari penyelesain masalah,
namun berujung malah semakin memperparah keadaan. Tidak hanya perang dingin
atau saling diam, bahkan sampai pada kontak fisik.
Adalah Seno M. Hardjo
yang bisa disebut “menyelamatkan” nasib Tuffa. Mereka dipercaya untuk terlibat
dalam sebuah proyek album kompilasi Tribute
to Fariz RM dan Dian Pramana
Poetra. Hal inilah yang membuat Tuffa kembali bersemangat dan memulihkan
hubungan internal. “Kita merasa beruntung banget (diajak terlibat di
album kompilasi). Karena gak banyak band indie, apalagi bang indie yang bagus
juga banyak. Kita menjadi salah satu yang beruntung kalo menurut kita bisa
diajak bergabung,” ujar Fierza.
Keterlibatan dalam album tersebut seolah menjadi pembuka
jalan bagi Tuffa untuk bergabung dengan
Sony Music Indonesia. Dimana sebelumnya mereka sudah angkat tangan
karena berkali-kali ditolak oleh banyak label. Mereka memberikan demo lagu yang
menyodorkan genre rock alternatif dan membuahkan “pinangan” dari Sony Music
Indonesia untuk bergabung pada tahun 2014.
Ketika mengenang masa kecil, tidak semua anggota Tuffa
bercita-cita jadi musisi. Fierza sempat ingin menjadi Menteri Lingkungan Hidup,
Dodi malah ingin jadi dokter kandungan. Adapun Sandi dan Dedi masing-masing
ingin menjadi polisi dan pemain bola. Hanya Bimo yang konsisten ingin jadi
musisi sebagai vokalis namun takdir menentukannya menjadi penabuh drum.
Ketika akhirnya memilih menjadi musisi, keluarga mereka
sempat meragukan pilihan itu. Hal ini terjadi karena orang tua mereka khawatir
dengan gaya hidup serta masa depan musisi di Indonesia yang belum menjanjikan
untuk kehidupan layak.
Bimo bahkan sampai pernah beberapa minggu tidak
berkomunikasi sama sekali dengan bapaknya yang menentang keinginan menjadi
musisi. Sementara Fierza awalnya tidak mendapatkan dukungan dari ibunya.
Alasannya adalah karena melihat ayah Fierza yang dulu sempat menjadi musisi.
Lain halnya dengan Sandi. Besar di keluarga yang menyukai
musik, Sandi malah awalnya sempat menolak dan harus dipaksa untuk ikut les
piano. Tapi kemudian dia akhirnya menyukai aktifitas bermusik dan memilih
sebagai musisi. Namun keadaan berbalik, dimana orang tua malah meragukan
pilihannya.
Adapun makna nama Tuffa memiliki tiga arti yang berbeda.
Awalnya mereka memaknai Tuffa yang berarti apel dalam bahasa Timur Tengah.
Namun dalam perjalanannya, mereka menemukan makna lain dalam bahasa Tidore yang
berarti langit. Serta menurut ilmu geologi, Tuffa berarti tanah liat. “Ada
salah satu dosen geologi yang nonton kita waktu lagi manggung bilang, ‘Eh
namanya keren loh, Tuffa. Kalo saya lagi ngajar, Tuffa itu artinya tanah
yang semakin solid kalo misalnya diterpa angin diterpa hujan dia semakin
merekat,’” terang Fierza.
Mereka kemudian mengambil filosofi dari tiga makna nama
Tuffa. Apel yang terlihat segar dan enak mewakili keinginan mereka untuk enak
buat dilihat dan ditonton. Sementara langit adalah tingginya cita-cita yang
tidak terbatas. Lalu tanah liat dianggap sebagai kekompakan dan keeratan Tuffa
setelah ditempa oleh berbagai konflik dan rintangan.
Secara sederhananya Tuffa memiliki keinginan untuk tampil
menyegarkan demi mencapai kesuksesan setinggi langit. Dimana dipadukan dengan
persahabatan yang terus rekat dan semakin kuat dari hari ke hari.
Penolakan maupun keraguan yang mereka alami dalam memutuskan
berkarir sebagai musisi dilampiaskan dalam single ‘Benar – Salah’. Lagu ini
ditulis selama dua hari bergadang. Dimana ketika Fierza menuliskan liriknya ,
Tuffa tengah berada dalam kondisi di ujung tanduk dan penuh konflik. “(Melalui
lagu ini kami mengajak) gak usah didengerin (mereka yang meragukan pilihanmu).
Tetap jalani apa yang dipercaya. Benar atau salah Tuhan yang menentukan, bukan
mereka,” jelas Fierza.
(Newsmusik, 11/11/2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar