Majalah Aktuil dalam penerbitan Edisi No. 78 Juli 1971,
menulis Bigman Robinson sebagai group band yang serba “Big”. Alasannya anak
band Jakarta itu dinilai gede omong, gede kepala dan gede rasa.
Majalah AKTUIL juga dengan sinis menulis Bigman Robinson
terlalu sombong, karena salah satu personelnya anak seorang jenderal yang
menjadi ketua golongan pemenang pemilu. Dikatakan pula kalau Bigman Robinson
punya peralatan band yang paling mutakhir dibandingkan group band lainnya di
Jakarta. “Padahal kalau kita mau latihan saja, mesti pinjam dari sana sini,”
kata Eman, gitaris Bigman Robinson yang sampai sekarang masih asyik memetik
gitar dari kafe ke kafe maupun panggung hiburan.
Bigman Robinson dibentuk pada bulan April 1968, oleh Heru, Tono, Maxi Afil, Sonny dan Arief. Tujuannya cuma buat meramaikan acara pesta dansa di
seantero Kebayoran Baru. Formasi group berubah ketika AS Utama dan Eman Saleh
bergabung.
Berkat ide dan polesan Maxi Gunawan, Bigman Robinson menjadi
sebuah group yang disegani oleh Band-band Jakarta lainnya. Bigman Robinson
tampil beda dengan membawakan lagu-lagu sulit dari Allman Brothers, James
Gang, Jethro Tull, Deep Purple, John Mayall maupun Golden
Earrings.
Sementara Band-band Jakarta lainnya seperti Gypsy, Spokesman, Ayodhia,
Fancy, Ireka, Beat Stone, Rasela, Coklat Madu, Dayasi,
Bharata, atau Flower Poetman groupnya Guruh Soekarnoputera, mereka semua
hanya memainkan lagu-lagu pasaran dari Beatles,
Beegees, The Monkees, The Kinks,
Rolling Stones maupun yang rada
berat dari Black Sabbath, Led Zepplin dan Moody Blues.
Buaya
Band Pesta
Bigman
Robinson semakin popular di kalangan anak muda Ibukota. Di setiap pesta dansa
yang ada Bigman Robinson main, dapat dipastikan pesta itu bakal ramai. Mereka
yang tak memiliki undangan dikenal sebagai buaya pesta, dengan akal bulus dan
tipu muslihat berupaya menerobos ke dalam pesta dansa. Caranya, datang
berpasangan dengan seorang gadis, mengenakan jas pinjaman entah dari mana atau
mengekori tokoh pemuda yang disegani serta menjadi "Roadies" kuli
angkut band.
Kalau
datang bergerombol seperti buaya lapar, jangan harap bisa masuk ke arena pesta.
Dengan popularitasnya itu, Bigman Robinson mulai merambah tampil di pesta-pesta
anak Menteng kalau jadi Band Tamu. Biasanya Bigman Robinson cuma memainkan
beberapa lagu andalannya, setelah itu merambah main di pesta-pesta dansa
lainnya di Jakarta.
Bila
ada band lain, Bigman Robinson tampil akhir acara. Teman mainnya di pesta dansa
cuma Fancy, Ireka, Dayasi, Beatstone serta beberapa band kacangan. “Kalau
band lain biasanya
selalu menghindar, mereka seakan enggan main bersama Bigman
Robinson,” sumbar Eman.
Tak
ada pesta dansa di malam minggu terlewat oleh Bigman Robinson. “Jenuh juga
kalau setiap minggu main,” kata Sonny. Padahal mereka main untuk kesenangan
belaka. Soal honor pembayaran main, biasanya dibagi rata dan habis buat
mentraktir teman-teman. Tawaran manggung semakin banyak diperoleh. Mulai dari
pesta dansa ke panggung terbuka TIM, pesta semalam suntuk “Dancing on the Street”
di Bundaran Hotel Indonesia, sampai ke pesta warga kompleks tentara di
Bearland. Selanjutnya Bigman Robinson kalau latihan pun selalu di Bearland
karena di tempat itu peralatan musiknya lengkap dan baru, milik Band Ireka yang
dimodali oleh Bustanil
Arifin, Kabulog
yang kala itu menjadi warga Bearland.
Modal
Nekad
Bigman
Robinson mendapat tawaran main dalam sebuah duel meet dengan Rhapsodia dan Yeah Yeah Boys di GOR Pancasila Surabaya. Tono
menghadapi dilemma, main band atau ujian sekolah. Akhirnya ia memilih untuk
sekolah. “Pokoknya kita modal nekad saja main di Surabaya yang penontonnya
dikabarkan beringas,” ucap Maxi Gunawan. Bigman Robinson mempergiat latihannya
di rumah Memeth Soekasah yang menggantikan Tono sebagai pemain gitar bass yang
pernah bergabung group band Free
Love.
Dengan
modal album “Deep Purple in Rock,” Bigman Robinson melangkah pasti ke Surabaya
dengan naik kereta api. Sebetulnya ada perasaan ragu untuk manggung, karena
Bigman Robinson tidak membawa peralatan musik sendiri. Sewaktu Sound Check di
siang hari menjelang duel meet memang semuanya berjalan lancar.
Namun
malapetaka muncul pada saat Bigman Robinson mempersembahkan lagu ke-3 “Into The
Fire” tiba-tiba Sound System suaranya seperti kaleng rombeng berciut-ciut tak
karuan. Sampai akhirnya teriakan “Huuu …....Elek ...... elek...... wis muleh
wae ...... turun ...... turun” terdengar menyakitkan kuping.
Tak
perlu menunggu lama, para personel Bigman Robinson segera turun panggung dengan
perasaan sewot. “Kalau di Jakarta yang berani teriak turun, pasti dikejar oleh
anak-anak Bearland,” kenang Sonny. Memang boleh dikatakan setiap Bigman
Robinson main selalu didampingi Ireka dan diikuti oleh puluhan anak-anak yang
bergaya ala Hell’s
Angels- nya
Rolling Stones.
Walau
panitia menyiapkan kendaraan untuk kembali ke Hotel, para personel Bigman
Robinson malah memilih naik becak ke Tunjungan untuk menikmati soto ayam sambil
ngobrol sampai pagi. Dan pulang ke Jakarta dengan hati campur aduk, kesal,
marah, dan sebal menerima kenyataan. Dalam sejarah hidup Bigman Robinson baru
kali ini diteriakin di suruh panggung.
Mungkin
oleh karena kejadian tersebut Maxi Gunawan tiba-tiba saja hengkang dari Bigman
Robinson, diikuti oleh Memeth Soekasah untuk membentuk group baru bernama The Zonk bersama Fonny dan Frans.
Akan
tetapi The Zonk tak bertahan lama setelah Maxi memutuskan untuk melanjutkan
sekolahnya ke Belanda. Begitu pula Memeth Soekasah yang hijrah ke Inggris.
Sementara itu Bigman Robinson tetap berkiprah dengan kembalinya Tono sebagai
pemain gitar bass, serta Yanto sebagai pemain keyboard bersama Heru Soekawati
drums, Eman Gitar Melody dan Sonny sebagai vokalis.
Jumpa
Kawan Lama
Bigman
Robinson menghilang dari hingar bingarnya musik Rock ibukota. Para personelnya
memilih karir di jalur lain ketimbang di dunia musik terkecuali Eman Saleh yang
tekun bergelut memetik gitar. “Kehidupan saya memang di sini. Saya bisa
mempunyai isteri, anak, cucu dan rumah cuma dari main musik, ” tutur Eman di
sela-sela penampilannya di Pasar Seni Ancol.
Heru
Soekowati sendiri setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Perminyakan Cepu,
kini bekerja di Pertamina. Sonny dengan santai menikmati perternakan ayamnya.
Memeth Soekasah setelah menggondol Gelar Master Business of Administration di
Universitas terkemuka di Inggris kini bergerak di lembaga konsultan keuangan.
Di ruangan kerjanya yang paling tinggi di Jakarta, Memeth mengutarakan
keinginannya untuk kembali. “Rasanya asyik juga kalau bisa kumpul ngeband
lagi”.
Bagaikan
gayung bersambut, keinginan Memeth langsung ditanggapi oleh Maxi Gunawan yang
mencetuskan acara jumpa kawan lama di Newscafe Setia Budi 16 tahun silam. “Ini
merupakan saat yang tepat untuk berkumpul lagi,” ucap Maxi Gunawan yang kini
tak perlu bersusah payah lagi pontang-panting meminjam peralatan musik. Ia membangun
sebuah studio super canggih di salah satu bagian rumahnya.
Dengan
demikian Maxi Gunawan setiap saat bisa memainkan alat musik sambil menciptakan
lagu. “Bahkan saya seringkali menciptakan lagu seusai sholat subuh.” Sebagai
pemilik koleksi gitar yang tak ada duanya, Maxi Gunawan di sela-sela
kesibukannya memimpin beberapa perusahaan, masih sempat mengeluarkan album
rekamannya yang berjudul “Cinta” yang cukup mendapat tempat di kalangan
pencinta musik Indonesia. “Album Cinta itu saya buat dan persembahkan buat
isteri tercinta,” tambahnya.
Tersirat
keinginan untuk tampil bersama lagi, mengingat hubungan Maxi dengan Memeth
sudah berjalan 40 tahun lamanya. “Ini seperti mewujudkan impian. Kalau AKTUIL
saja bisa muncul, kenapa Bigman Robinson tidak,” tukas Memeth. Mereka berdua
berkeyakinan Bigman Robinson masih punya tempat di hati buaya-buaya pesta tahun
70-an.
Menurut
rencana, Maxi Gunawan didukung Memeth Soekasah dan Tono S. bakal menggelar
acara “Jumpa Kawan Lama” dengan tema “Bigman Robinson Song For My Best Friends”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar