Para musisi muda ini terinpirasi dengan Rolling Stones era
Brian Jones, mereka juga cukup terpengaruh dengan jasa-jasa blues maker seperti
Chuck Berry, Muddy Waters, Gil Vincent. Saat manggung konon band ini dapat
mengembalikan para audience nyamerasakan atmosfirscene blues orde 60’s. Lewat
dentuman karakter suara asli sebuah gitar yang cukup sederhana, hanya
ditambahkan beberapa reverb saja hal tersebut bisa saja menjadi senjata
pamungkas untuk proporsi musiknya, hingga cara menata sistem tune audio &
pemaksimalanteknis alat-alat sampai akhirnya menghasilkan suara-suara sember
karakter khas sound vintage.
Atau merujuk ajakan flashback bersama para penggemarnya
untuk menikmati hidangan zaman kolonialisme rhytm blues.Beberapa tambahan
instrument seperti keluaran sound nakal hasil tiupan harmonikadan suara jadul
keyboard Hammond semakin mengkulturasiwarna musik pada band asal Cikini
tersebut. Muda-mudi yang berkumpul pun seraya ikut bergoyang di dance floor menikmati
woogie boogie night, semua dikemas dan disampaikan cukup baik oleh grup musik
Indische Party (IP).
Indische Party merupakan kawan-kawan setongkrongan alumnus
Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang kebetulan memang memilikihobi sama,
ngeband, pecandu musik rock and roll,lalu mengemas musik ini sebagai senjata
utama menuju dapur rekaman.
Tahun 2013 mereka telah sukses mengeluarkan album
debutnyadan mampu memperkenalkan sense rock and roll vintage kepada para
penikmatnya. Band yang bermarkas di Tebet ini digawangi Japs Shadiq (Japra)
sebagai pengendali mikrofon utama, Andre Idris alias Kubil memiliki peran
sebagai lead gitar, Jacobus berjuang menjaga ritme melalui Bass nya dan Tika
Pramesti drummer wanita yang mampu bermain pula dengan teknik Jazz.
Mereka berempat merupakan eks mahasiswa-mahasiswi jurusan
Fakultas Film Televisi Sinema atau FFTV . Kubil (The Upstair) masuk IKJ pada
tahun 1999, Japra masuk diangkatan 2000 sementara Tika & Kobus (Karon N
Roll) menyusul pada tahun 2001. Konon seabrek kaset tape Rolling Stones milik
Kubil yang membuat Japra pun akhirnyaterdoktrin untuk nyemplung lebih dalam ke
zona rock and roll 60’s.
Waktu ngekos di jalan Blora vokalis berambut gondrong ini
sudah mulai ngejam iseng-iseng bareng Kubil, hingga pada suatu saat mereka pun
direstui oleh anak-anak IKJ dan didaulat untuk tampil dadakan pada acara kampus
membawakan lagu ‘Jumpin Jack Flash’ nya Rolling Stones, dengan dibantu
kontribusi 2 personil band Karon N Roll.
Japra sempat menamai band ini Rajawali, walaupun band tersebut
hanya berumur singkat Namun,duo karib inialhasildapat melihat talenta Yacobus
dalam memainkan bassnya. Si gitaris pun menganggap, cuman Yacobus lah yang
mampu memainkan peran pemain bass dengan musik yang diinginkan seperti di IP
seperti saat ini.
Lalu Japra akhirnya memutuskan untuk berpindah kos ke rumah
Kubil, yang saat itu sedang ramai-ramainya menjadi basecamp tongkrongan para
personil The Upstair.Perlahan tempat tinggal itu sekaligus menjadi rumah kreasi
bagi mereka, ditambah terciptanya sebuah studio musik bernama Atlantis Studio
di area Tebet itu. Intensitas pertemuan mereka berdua telah melahirkan sejumlah
ide-idematang diantaranya dengan membentukband ini.
“Yaa.. gara-gara demen Indonesia jaman-jaman dulu, kan ada
banyak bangunan tua. Termasuk VOC pas zaman Belanda, sampe-sampe logo band ini
pun seperti koin jaman itu ada logo ayam. Lalu, kalo nonton video-videonya ada
aja yang lagi ngeband, trus banyak pula yang berdansa-dansa. Nah.. timbullah
nama Indische Partij (partai) buat namain band ini. Tetapi karena kepikiran
disitu ada pesta-pesta juga, jadinya ke Indische Party aja kayanya lebih asik,”
ungkap Andre Idris kepada NewsMusik
“Intinya sih kita pengen maen kaya pas suasana zaman itu.
Kita maen musik, rame... ada yang dansa-dansa dan pengen membuat orang terhibur
disini,” kata gitaris yang sudah tidak terlalu mengikuti Stones semenjak Ron
Wood masuk.
Tahun 2010 band It’s Different Class vakum, lalu disusul The
Upstair yang sudah tidak terlalu rutin manggung karena event pensi-pensi sudah
mulai jarang saat itu. Awal tahun 2011 pun menjadi moment yang cukup penting
bagi mereka dan menjadikan cikal bakal terbentuknya band IP.
“Di kampus justru
kalo ngeband itu pisah-pisah, tapi kalo nongkrong malah bareng. Kejadian, pas
semua job personil udah mulai reda. Semenjak pindah ke Tebet itu gue mulai
punya banyak waktu ngejam bareng Kubil sama Kobus, yang awal-awalnya
iseng-isengan doang gitaran aja. Terus direkam (wah ternyata musiknya asik nih)
dan kebetulan saat itu Tika tiba-tiba nelpon kita, ngajakin ngeband bareng dan
pas banget memang waktu itu kita lagi butuhdrummer,” oceh Japs Shadiq.
“Tahun 2011-2012 mulai sibuk rekam-rekam demo track,
latihan-latihan di studio eh.. taunya langsung ke bungkus rekaman 5 lagu secara
live. Tapi baru 2013 itu kita bisa rilis, karena masing-masing personilnya ada
gawean seperti syuting film. Sekalian nambahin 5 materi lagu lain plus over dub
nya. Sebelumnya memang ada rencana mengeluarkan EP, tapi nanggung.Mangkanya
sound di album pertama kita agak sedikit belang,hehe.. karena sebagian lagu
take live dan ada yang sudah direkam duluan,” tambahnya.
Japs lalu terfikir instrument apalagi yang bisa memperkaya
dan cocok dengan musik IP. Kebetulan disaat yang bersamaan band Sentimental
Moods sedang melakukan latian di Atlantis Studio. Si pengendali mikrofon itu
menyimak, terdapat suara-suara vintage yang dikeluarkan dari Hammond keyboard
dari salah satu personil Sentimental Moods bernama Masmo.
Awalnya Japs ada rasa sungkan untuk berkenalan dengan Masmo,
lantaran umurnya yang terpaut jauh. Karena faktor butuh, lalu ia berkenalan dan
berhasil menjalin relasi bareng untuk mengkontribusikan karyanya di take
keyboard untuk beberapa track lagu IP, album pertama.
Album Self Titled IP merampungkan total 10 lagu yang terdiri
dari 9 lagu ber lirik Inggris juga terdapat 1 lirik lagu berbahasa Indonesia.
Japra pun sangat mempertimbangkan banyaknya lirik Inggris pada album ini
dikarenakan faktor internal, dia belum mendapatkan feel penuh untuk menyanyikan
lirik Indonesia di dalam musik Indische Party saat itu. Terutama untuk spelling
dan penyampaiannya yang ia rasakan, saat itu akan lebih tepat bila menggunakan
teks Inggris.
Faktanya album ini mendapatkan respon yang cukup positif
bagi pendengar. Tahun itu juga dari pihak label De Majors mengabarkan kepada
salah satu personilnya untuk repeat album sebanyak 1.000 CD. Sebelumnya IP
telah menelurkan 1.000 CD di kontrak awal. Ada pula terbersit keinginan bagi
mereka, untuk mengcopy ulang album tersebut tercetak menjadi sebuah kaset tape
hingga vinyl (piringan hitam).
Dalam waktu dekat ini Indische Party belum merencanakan
jadwal-jadwal manggung. Mereka lebih condong untuk mengkonsentrasikan
penggodokan materi-materi lagu baru yang sedang tahap proses naik dapur rekaman
baru-baru ini. Gank asal Cikini itu siap meluncur lagi di album kedua yang
rencananya akan rilis setelah Agustus 2015.
Tugas Tika untuk take drum pun telah rampung, kini tinggal
melakukan take instrument-instrument selanjutnya. Japs Shadiq juga sempat
membeberkan beberapa materi album baru IP kepada NewsMusik. Kini dia bersama
Indische Party telah siap menjawab kritik dan berani menyanyikan lagu-lagu yang
berlirik Indonesia.
Pada album pertama mereka berhasil menggaet Masmo
Sentimental Moods untuk mengisi part keyboard di beberapa lagu IP, akankah ada
kejutan lain? Apakah Jimi Multhazam Morfem bisa turut berkontribusi disini?
ataukah White Shoes & The Couples Company yang kerap rehearsal di Atlantis
Studio bisa berkolaborasi dengan Indische Party?
(Newsmusik, 05/04/2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar