Laman

Rabu, 05 Juli 2017

BENNY SOEBARDJA: The Godfather of the Indonesian Prog-Rock Underground




Seorang asing bernama Graham Reid menulis profil pemusik Indonesia di blognya berjudul: Benny Soebardja: The Godfather of the Indonesian prog-rock underground. Pendapatnya ini didasarkan pada konsistensi yang bersangkutan di kancah musik progresif. Boleh jadi alasan Reid masuk akal, meski pada awal karirnya Benny Soebardja tidak langsung memainkan genre musik tersebut. Dia dilahirkan di Tasikmalaya pada 4 Juli 1949.

Di dunia musik rock nama Benny Soebardja nyaris identik dengan keberadaan band bentukannya, Giant Step, kebanggaan Kota Kembang, Bandung, yang memang musiknya berkembang pada progresif rock. 

Berdiri pada 1975, nama Giant Step sudah lama raib dari hiruk-pikuk dunia panggung dan rekaman. Mereka pernah merilis sebanyak delapan buah album, yaitu Mark l (Lucky Record, 1975), Giant On The Move (SM Record, 1976), Kukuh Nan Teguh (Nova Record, 1977), Persada Tercinta (Irama Tara, 1978), Tinombala (Irama tara, 1979), Volume I (Irama Tara, 1980), Volume III (Irama Tara, 1980) dan Geregetan (JK Records, 1985). Melalui album ini Giant Step berusaha menyesuaikan warna musiknya dengar selera pasar. Namun tentu saja kala itu situasinya telah telah berubah. Apalagi saat itu peluncurannya tidak disertai promosi yang memadai. Band cadas yang nampak angker di panggung pertunjukan ini akhirnya non aktif.



Di tengah kegiatannya bersama Giant Step, Benny Soebardja masih sempat merilis empat buah album solo. Give Me A Piece Of Gut Rock (SM Record, 1977), Night Train (SM Record, 1978), Setitik Harapan (Duba Record, 1979) dan Lestari (Paragon Record, 1981). Namun format musiknya memiliki banyak kesamaan dengan Giant Step, sehingga cukup awam untuk membedakan keduanya. 

Nama Benny Soebardja melejit secara nasional, dalam konteks menjangkau khalayak yang lebih luas, ketika diminta Yockie Soeryoprayogo untuk membawakan dua lagu pemenang Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors – biasa disingkat LCLR Prambors (1978): “Apatis” (Ingrid Wijanarko) dan “Sesaat” (Harry Sabar). 

Sekitar 38 tahun kemudian, tepatnya pada 23 Januari 2016, sosok Benny Soebardja muncul kembali di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, dalam konser LCLR Plus membawakan dua lagu yang sama. Cukup mengejutkan bahwa di usia menjelang senja (lahir di Tasikmalaya, 4 Juli 1949) suaranya masih tetap melengking meski terlihat mulai mengalami penurunan. Aksi panggungnya pun tetap enerjik. 

Rupanya selama menghilang dari pemberitaan, insinyur Pertanian ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarga. Ia mengelola bisnis furniture yang diberi label Bents Collection dan sebuah restoran di Belanda.


Hanya saja di tengah kegiatan rutinitasnya tersebut, ia tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari dunia yang telah membesarkan namanya. Karena itulah sesekali dirinya masih menyempatkan tampil baik secara solo mau pun dengan membawa embel-embel Giant Step. Tentu dengan dukungan musisi muda. Ia mengaku kesulitan untuk mengumpulkan teman-temannya. Belakangan Benny bahkan terlihat berusaha menghidupkan kembali Sharkmove bersama bassis Janto Diablo, yang tak lain adalah personil asli Sharkmove. Formasi ini pernah tampil di TVRI berkolaborasi dengan The S.I.GI.T.

“Saya sekarang bermusik untuk kepuasan jiwa,” tuturnya ramah. 

Penyanyi, gitaris dan penulis lagu ini memulai karir musiknya dengan mendirikan The Peels pada 1966. Semula kelompok membawakan lagu-lagu pop milik The Beatles dan Cream. Setahun kemudian, ketika tengah menikmati liburan di Singapura, secara tidak sengaja mereka menerima tawaran manggung di sebuah acara berjudul Panggung Negara. Penampilan dadakan ini ternyata berhasil memikat perhatian publik. The Peels kemudian diundang pula tampil di Wisma House, National Theatre, kemudian Hotel Singapura Intercontinental, bahkan tampil di televisi dan radio Singapura.


Sukses ini membawa The Peels pada kesempatan yang lebih luas, yaitu rekaman album. Pada 1967 meluncurlah The Peels By Public Demand in Singapore dalam format piringan hitam . Setelah menambah personil baru, Soman Lubis, The Peels mulai menambah repertoar dengan memainkan lagu-lagu John Mayall atau Jimi Hendrix. Akan tetapi terus-menerus menjadi band cover membuat dirinya jenuh. Bersama Soman Lubis, Benny lantas mendirikan Sharkmove. Sayang, setelah merilis album Ghede Cokras, band ini bubar. 


Meski hanya melahirkan satu album, kiprah Benny di Sharkmove memperlihatkan persentuhannya dengan musik progresif rock. Belakangan, sejumlah pengamat bahkan mengatakan bahwa Ghede Chokras merupakan album prog rock generasi pertama di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...