Jumat, 13 Mei 2016
RITCHIE VALENS "8 Bulan Mengguncang Dunia Lewat Rock 'N Roll"
LIFE fast, die young, itulah Ritchie Valens. Ya, usia penyanyi asal Amerika Serikat (AS) berdarah Meksiko ini memang sangat singkat, 17 tahun! Namun, delapan bulan terakhir sebelum kematiannya, Ritchie mampu mengguncang dunia lewat musik rock n roll yang dia mainkan.
Ya, Ritchie Valens. Dialah penyanyi yang berhasil membuat lagu “La Bamba” begitu mendunia. Lewat sentuhan rock and roll-nya, “La Bamba” yang awalnya hanya merupakan lagu tradisional Meksiko, jadi dikenal begitu luas seantero jagad.
Bahkan, hari kematian Ritchie, 3 Februari 1959 dikukuhkan sebagai “Hari Kematian Musik Sedunia”. Ritchie tewas dalam sebuah kecelakan pesawat terbang bersama dua bintang rock and roll ketika itu, Buddy Holly dan J. P. “The Big Bopper” Richardson. Mereka dalam penerbangan dari Iowa menuju Fargo dalam perjalanan tur konser dengan tajuk Winter Dance Party.
Ritchie Valens memang bukan penyanyi biasa. Layaknya “Raja Rock and Roll”, Elvis Presley, Ritchie yang lahir pada 13 Mei 1941, dianugerahi bakat musik dan bernyanyi yang luar biasa. Di usia sembilan tahun, dia sudah terbiasa menenteng gitar ke mana pun pergi.
Sejak kecil, Ritchie memang selalu bermimpi bisa menjadi penyanyi terkenal. Kemelaratan hidup sama sekali tak menyurutkan tekadnya. Bahkan, dia harus membuat gitar listrik sendiri berbekal amplifier bekas, yang ditemukannya di tempat sampah!
Hebatnya lagi, saat tewas, Ritchie sama sekali belum memiliki album rekaman. Album pertama Ritchie baru dirilis sebulan setelah kematiannya. Disusul dengan album kedua, Ritchie dan ketiga, In Concert at Pacoima Jr. High, pada tahun 1960.
Tentu saja, materi-materi dalam album tersebut dibuat sebelum Ritchie tewas. Adalah perusahaan rekaman lokal Del-Fi Records, yang ketika itu berperan besar mengangkat nama Ritchie terutama satelah “Hi-Tone”-julukan Ritchie-tiada.
Kisah hidup dan perjalanan karier Ritchie memang penuh drama. Seperti digambarkan dalam film La Bamba pada tahun 1987, di mana aktor Lou Diamond Phillips berperan sebagai Ritchie, terlihat betapa berat perjuangan seorang Ritchie Valens dalam meraih mimpinya. Namun, dia luar itu semua, terlihat Ritchie sebagai sosok yang sangat tegar, percaya diri, dan sangat sayang keluarga.
Dia, misalnya, langsung membelikan rumah untuk sang ibu, Concepcion Reyes, begitu mendapat penghasilan yang memadai, sebagai penyanyi. Dia juga kerap menghibur adik-adiknya, lewat lagu-lagu yang dia ciptakan.
Sejak kecil, Ritchie memang hidup susah. Bayangkan, saat masih kanak-kanak, dia harus menghadapi perceraian orangtuanya. Ritchie bahkan harus ikut tinggal bersama keluarga sang ayah, karena rumah ibunya, di kawasan kumuh Pacoima, San Fernandeo Valley, Los Angeles, tak mampu menampungnya. Ritchie baru kembali ke rumah ibunya saat sang ayah meninggal. Ketika itu, usia Ritchie baru 10 tahun.
Untung, Ritchie memiliki ibu yang sangat mendukung keinginannya menjadi penyanyi. Karena jasa sang ibu pulalah, Ritchie bersama bandnya, The Shillouttes, mampu tampil di konser-konser kecil yang digelar sang ibu, menggunakan uang kontrakannya.
Dari konser-konser inilah, bakat Ritchie kemudian ditemukan seorang produser lokal, Bob Keane, pemilik Del-Fi Records, yang akhirnya menjadikan Ritchie sebagai penyanyi terkenal. Keane ini pulalah yang mengubah nama belakang Ritchie, Valenzuela menjadi Valens.
Lagu “Come On, Let’s Go”, menjadi single pertama Ritchie di bawah sentuhan Bob Keane. Hebatnya, lagu ini langsung menduduki nomor 42 dalam tangga lagu 100 di AS, di akhir tahun 1958 dan terjual tak kurang dari 750 ribu kopi, yang merupakan jumlah fantastis ketika itu.
Namun, yang menarik adalah kisah di balik single Ritchie selanjutnya, “Oh Donna” yang dirilis berbarengan dengan “La Bamba” pada Oktober 1958. Ketika itu, lagu ini langsung melejit dan menduduki posisi kedua dalam tangga lagu nasional di AS, ketika itu.
Lagu ini juga sempat dinyanyikan ulang oleh penyanyi-penyanyi terkenal seperti Cliff Richard, The Youngbloods, Clem Snide, Cappadonna, The Misfits dan banyak lagi.
Lagu “Oh Donna” sendiri ditulis Ritchie tentang pacarnya, Donna Ludwig, yang pertama kali dikenalnya di sekolah. Dikisahkan, hubungan Ritchie tak direstui orang tua Donna dan berusaha memisahkan mereka. Ketika itu, Ritchie memang belum menjadi apa-apa.
Namun, Ritchie tak patah arang. Setelah ngetop, Ritchie tetap tak melupakan Donna dan terus berusaha mendapatkan cinta sejatinya itu. Padahal, ketika itu, di setiap konser, dia selalu dikelilinig wanita-wanita yang berebut meminta foto, tanda tangan atau sekadar berdekatan dengannya.
Lewat lagu-lagu ini pula, Ritchie berkesempatan menggelar tur konser ke liling AS dan tampil di televisi. Hingga akhirnya mendapat kontrak untuk mentas di Winter Dance Party, yang akhirnya merenggut jiwanya.
Awalnya, Keane, sebenarnya men-setup perjalanan tur Ritchie ini dengan menggunakan bus. Namun, bus tersebut mengalami kerusakan sistem pemanas saat konser di Clear Lake, Iowa. Sementara cuaca ketika itu sangat dingin dan bersalju. Beberapa personel band, termasuk Ritchie bahkan mengalami demam dan flu.
Akhirnya, Buddy Holly memutuskan untuk mencarter sebuah pesawat kecil untuk membawa mereka ke Fargo, setelah sebelumnya sempat manggung di Milwaukee, Kenosha, Mankato, Eau Claire, Montevideo, St. Paul, Davenport, Fort Dodge, Duluth, dan Green Bay sejak akhir bulan Januari. Sayang, sang pilot, Roger Peterson, yang berusia 21 tahun, masih sangat minim pengalaman terbang.
Padahal, kondisi di luar sangat berbahaya untuk penerbangan. Selain badai salju, angin juga bertiup sangat kencang. Tak pelak, hanya beberapa menit setelah pesawat take off pada sekitar pukul 01.00 pagi, pesawat pun kembali ke dasar. Ritchie, Buddy Holly, Big Bopper, dan sang pilot ditemukan tewas pada pukul 09.35 pagi. Dunia rock and roll pun berkabung.
Namun, nama Valens dan kawan-kawan tetap abadi sebagai salah satu pelopor musik rock and roll. Selain, diabadikan sebagai “Hari Kematian Musik Sedunia”, konser Winter Dance Party juga tetap digelar setiap tahunnya untuk menghormati mereka. Nama Ritchie sendiri, pada tahun 2001 dimasukkan dalam Rock and Roll Hall fo Fame.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar