Seorang asing bernama Graham Reid menulis profil pemusik
Indonesia di blognya berjudul: Benny
Soebardja: The Godfather of the Indonesian prog-rock underground.
Pendapatnya ini didasarkan pada konsistensi yang bersangkutan di kancah musik
progresif. Boleh jadi alasan Reid masuk akal, meski pada awal karirnya Benny
Soebardja tidak langsung memainkan genre
musik tersebut. Dia dilahirkan di Tasikmalaya
pada 4 Juli 1949.
Di dunia musik rock nama Benny Soebardja nyaris identik
dengan keberadaan band bentukannya, Giant Step, kebanggaan Kota Kembang,
Bandung, yang memang musiknya berkembang pada progresif rock.
Berdiri pada 1975, nama Giant Step sudah lama raib dari
hiruk-pikuk dunia panggung dan rekaman. Mereka pernah merilis sebanyak delapan
buah album, yaitu Mark l (Lucky
Record, 1975), Giant On The Move
(SM Record, 1976), Kukuh Nan Teguh (Nova
Record, 1977), Persada Tercinta (Irama
Tara, 1978), Tinombala (Irama
tara, 1979), Volume I (Irama
Tara, 1980), Volume III (Irama
Tara, 1980) dan Geregetan (JK
Records, 1985). Melalui album ini Giant Step berusaha menyesuaikan warna
musiknya dengar selera pasar. Namun tentu saja kala itu situasinya telah telah
berubah. Apalagi saat itu peluncurannya tidak disertai promosi yang memadai.
Band cadas yang nampak angker di panggung pertunjukan ini akhirnya non aktif.
Di tengah kegiatannya bersama Giant Step, Benny Soebardja
masih sempat merilis empat buah album solo. Give Me A Piece Of Gut Rock (SM Record, 1977), Night Train (SM Record, 1978), Setitik Harapan (Duba Record, 1979)
dan Lestari (Paragon Record,
1981). Namun format musiknya memiliki banyak kesamaan dengan Giant Step,
sehingga cukup awam untuk membedakan keduanya.
Nama Benny Soebardja melejit secara nasional, dalam
konteks menjangkau khalayak yang lebih luas, ketika diminta Yockie
Soeryoprayogo untuk membawakan dua lagu pemenang Lomba Cipta Lagu Remaja
Prambors – biasa disingkat LCLR Prambors (1978): “Apatis” (Ingrid Wijanarko)
dan “Sesaat” (Harry Sabar).
Sekitar 38 tahun kemudian, tepatnya pada 23 Januari 2016,
sosok Benny Soebardja muncul kembali di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, dalam
konser LCLR Plus membawakan dua lagu yang sama. Cukup mengejutkan bahwa di usia
menjelang senja (lahir di Tasikmalaya, 4 Juli 1949) suaranya masih tetap
melengking meski terlihat mulai mengalami penurunan. Aksi panggungnya pun tetap
enerjik.
Rupanya selama menghilang dari pemberitaan, insinyur
Pertanian ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarga. Ia mengelola
bisnis furniture yang diberi
label Bents Collection dan sebuah restoran di Belanda.
Hanya saja di tengah kegiatan rutinitasnya tersebut, ia
tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari dunia yang telah membesarkan
namanya. Karena itulah sesekali dirinya masih menyempatkan tampil baik secara
solo mau pun dengan membawa embel-embel Giant Step. Tentu dengan dukungan
musisi muda. Ia mengaku kesulitan untuk mengumpulkan teman-temannya. Belakangan
Benny bahkan terlihat berusaha menghidupkan kembali Sharkmove bersama bassis
Janto Diablo, yang tak lain adalah personil asli Sharkmove. Formasi ini pernah
tampil di TVRI berkolaborasi dengan The S.I.GI.T.
“Saya sekarang bermusik untuk kepuasan jiwa,” tuturnya
ramah.
Penyanyi, gitaris dan penulis lagu ini memulai karir
musiknya dengan mendirikan The Peels pada 1966. Semula kelompok membawakan
lagu-lagu pop milik The Beatles dan Cream. Setahun kemudian, ketika tengah
menikmati liburan di Singapura, secara tidak sengaja mereka menerima tawaran
manggung di sebuah acara berjudul Panggung Negara. Penampilan dadakan ini
ternyata berhasil memikat perhatian publik. The Peels kemudian diundang pula
tampil di Wisma House, National Theatre, kemudian Hotel Singapura
Intercontinental, bahkan tampil di televisi dan radio Singapura.
Sukses ini membawa The Peels pada kesempatan yang lebih
luas, yaitu rekaman album. Pada 1967 meluncurlah The Peels By Public Demand in Singapore dalam format piringan
hitam . Setelah menambah personil baru, Soman Lubis, The Peels mulai menambah
repertoar dengan memainkan lagu-lagu John Mayall atau Jimi Hendrix. Akan tetapi
terus-menerus menjadi band cover membuat dirinya jenuh. Bersama Soman Lubis,
Benny lantas mendirikan Sharkmove. Sayang, setelah merilis album Ghede Cokras, band ini bubar.
Meski hanya melahirkan satu album, kiprah Benny di
Sharkmove memperlihatkan persentuhannya dengan musik progresif rock.
Belakangan, sejumlah pengamat bahkan mengatakan bahwa Ghede Chokras merupakan album prog rock generasi pertama di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar