Itu pula yang sempat dirasakan Edi Kemput. Gitaris band Grass Rock ini sempat melewati masa-masa kelam saat terjun ke dunia hiburan. Dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur pada 10 April 1966 dengan nama Triwitarto Edi Purnomo.
Tampil dari panggung ke panggung sempat membuat dirinya hanya berpikir tentang duniawi. Padahal, Edi kecil hidup di tengah keluarga yang sangat keras soal pendidikan agama.
"Aku dari kecil memang dikenalkan dengan agama, kecil ngaji dan salat. Begitu ke Jakarta sendirian, ketemu dalam tanda kutip 'teman-teman yang baik jadi ikut-ikut baik'. Meskipun untuk melihat yang enggak bagus atau dilanggar agama, ya saja tetap saja enggak bagus," kata Edi.
Sambil menyeruput teh dari cangkir yang ada di hadapannya, Edi menceritakan titik balik dalam kehidupannya. Pernah merasakan kelamnya hidup sebagai seorang rocker, membuat dirinya sadar ada satu hal yang terlupakan. Yakni Tuhan dan agama.
Sekitar tahun 2000-an, mendadak Edi hatinya berkecamuk. Hati ingin kembali menekuni jalan Tuhan, namun bingung memulai dari mana.
"Ini sebenarnya udah lama, lama banget, 2000-an, setelah nikah tahun 1994, kemudian lahir anak tahun 1995. Namanya pernikahan pasti ada berantem, intinya istri pingin aku jaga salat. Setiap kali salat diingetin lama-lama malas juga. Tapi kalau enggak ikuti jadi ribut. Terus suatu saat jadi nyangkut kepingin baik, tapi ada juga rasa biarin aja. Nah dua perasaan itu terus ganggu," ungkapnya mengingat kenangan hampir 16 tahun silam.
Kala itu, Edi merasakan kegelisahan yang cukup mendalam. Di tahun yang sama, tepatnya saat Ramadan, tak sengaja di melintas di depan masjid yang ada di rumahnya. Saat itu, dia melihat ada jemaah tadarusan sedang menunggu giliran, namun asyik makan dan minum. Pemandangan itu mengganggu batinnya.
"Bagaimana mungkin saat orang tadarus dia malah makan dan minum walaupun mungkin dia menyimak. Entah kenapa saya kemudian bertekad, kalau nanti saya ikut tadarusan, tidak ingin seperti itu, seperti kurang adabnya. Makan dan minum baru boleh setelah selesai tadarusan."
Pengalaman itu seolah begitu sepele. Namun tidak untuk Edi. Hal kecil itu malah membuatnya semakin ingin mendalami Islam secara utuh.
"Berlanjut ingin tertib di salat, terutama di masjid, kalau dulukan subuh jam 8 dan 9, subuh campur Duha, saya pikir rade aneh juga kenapa jadi ingin sekali," kelakarnya.
"Setelah Ramadan itu, suatu saat saya pulang ke Surabaya, seminggu sebelum Lebaran saya pulang kampung ke Surabaya. Tiba-tiba kepingin mandi jam 3 pagi, istri sempat tanya 'ngapain lo, kok tumben mandi pagi' aku jawab aja enggak apa-apa. Sampai istri bilang 'kok tumben salat subuh'. Pokoknya mengejutkan lah saat itu. Setelah itu setiap kali ada azan pingin ke masjid, tapi waktu itu masjid yang saya datangi tidak dibuka, sampai Ashar juga enggak dibuka. Saya salat saja teras. Setelah berbagai proses itu, di situlah muncul ingin selalu salat berjemaah di masjid."
Setelah kejadian itu, Edi merasa jalannya untuk memperdalam pengetahuan soal Islam dan dakwah seolah begitu terbuka. Sepulang dari Surabaya dia tak sengaja bertemu dengan sesama rocker yang sudah lebih dulu memperdalam soal Islam dan dakwah.
"Namanya Yangson, dia bicara agama buat terkagum-kagum, ini orang luar biasa, rocker, serem banget, tapi bicara agama luar biasa. Saya sempat tanya, kamu belajar agama di mana, kok pintar banget, dari situ kita nyambung, dia lihat gue tertarik sama dia, dia deketin ke rumah, antara gua kepingin gua baik tertib baca alquran, terus ketemu dia. Ya udah deh, istri sampai kaget salat sata ke masjid jadi on time. Beliau juga yang ajak saya masjid Kebun Jeruk di daerah Kota. Di sana kaya di arab, orang laki-laki semua berjubah bersorban, jenggotan. Ketemu temen-temen rocker sempat gue dibilang wuah hidayah. Saya di sana diajak itikaf, sempat bingung, tapi ya ikut aja, sampe Isya ada pengajian, taklim. Awalnya enggak ngeh apa yang diomongin, cuma lihatin suasana, kok bisa gini orang-orang. Sampai kejadian di sana yang buat saya ngerasa kena itu waktu ceramah Subuh, intinya umat saat ini kesyirikan di dalam amal ibadahnya masih banyak, sekarang seorang suami menjadi tuhan dalam rumah tangganya," bebernya.
"Saat itikaf itu pula, dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan tampakkan dulu seperti ini, di masjid dalam suasana ketaatan, kita sadar dosa kita banyak banget, sama orangtua, istri, teman, tetangga, begitu buka tangan langsung nangis, saya ngalamin banget," tambah pria berkacamata ini.
Proses mendekatkan diri pada Tuhan ini disadarinya sempat membuat pertentangan batin. "Bukan gue bersih banget, enggak, tetap kontradiksi, saat gue lakukan dilarang agama itu tetap gak enjoy. Tetap bertentangan kenapa gue gini, kenapa gua lakukan ini. Tapi di luar saya lihat temen yang buat melanggar, gue juga enggak yakin dia enjoy," jelasnya.
Waktu demi waktu akhirnya dia bisa menemukan titik balik yang dicarinya mencoba ber berdakwah di jalan Tuhan. Belasan tahun sudah dijalani, Edi yang kini masih hobi memetik gitarnya tak segan berbagi ilmu dengan sesama musisi.
"Gue enggak ekstrem lah ke teman-teman, di temen-temen gue dakwahnya sambil bercanda, dan arahannya tidak dengan ancaman misalnya nanti masuk neraka. Walaupun benar, tapi kalau disampaikan kayak gitu malah makin enggak minat," ucap ayah dua anak ini.
Perubahan yang dialaminya kini tentu membuat banyak orang terkaget-kaget. Tak cuma keluarga, beberapa teman pun menjauhi. Namun Edi yakin semua ini sebagai resiko. Dia tetap memilih apa yang telah dipilih sebagai pendakwah.
"Ada (yang menjauh) tapi enggak banyak, saya sudah siap dengan risiko dibenci. Kalau kaget ada, keluarga bilang enggak boleh saya berjenggot, istilahnya Islam yang biasa, tapi saya bilang Islam yang biasa itu bagaimana. Intinya mereka bilang boleh berjenggot tapi jangan panjang-panjang," papar Edi tersenyum.
Meski mulai memperdalam kegiatan agamanya, sesekali Edi tetap menyalurkan hobinya musiknya. Namun bila waktunya salat, Edi sebisa mungkin bergegas ke masjid sebelum azan berkumandang. Edi yang tinggal di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor, selalu berusaha menunaikan salat berjemaah bersama warga sekitar. Biasanya, usai salat Edi membacakan dua hadist sebelum jemaah meninggalkan masjid.
"Jadi sekali lagi sebetulnya bukan ini beralih, hanya menambah kegiatan, karena sebetulanya ingin baik, awalnya enggak karuan namanya musisi rocker, sekarang sih juga belum baik banget masih cari-cari," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar