Salah Satu Band dengan banyak 'hit'
yang Berkibar di Awal Era 1990-an
WHITE LION.... Di era 1990-an,
penggemar musik mana yang tak kenal grup asal New York, Amerika Serikat (AS)
ini. Di negeri ini, nama grup yang dulu digawangi Mike Tramp (vokal), Vito Bratta
(gitar), Jame Lomenzo (bass), dan Greg D'Angelo (drum) ini pertama kali dikenal
lewat single "When The Children Cry" yang diambil dari album kedua
mereka, Pride, di tahun 1987. Dan, sejak itu pula petikan dan sayatan gitar
Bratta serta lengkingan parau vokal Tramp jadi begitu familiar di telingakita.
Nama White Lion, kemudian menjadi salah satu grup favorit banyak pendengar rock,
saat mulai serius mendengarkan musik, ketika menginjak masa SMA. Di hati mereka,
White Lion ketika itu mendapat tempat yang nyaris sejajar dengan Bon Jovi,
Gun's N Roes, Mr. Big, Iron Maiden, dan tentu saja Iwan Fals. White Lion memang
merupakan bagian dari kejayaan glam rock, hair metal, hard rock, heavy metal,
apa pun namanya, di era pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Masa di mana
ingar-bingar distorsi gitar yang meraung-raung, dentuman bass drum yang berpadu
dengan atribut ala rock star. Rambut panjang, jaket-celana jins belel, plus
bandana di kepala. Namun, ada kalanya, mereka, band-band glam rock ini
bersenjatakan lagu-lagu balada.
White Lion inilah salah satunya.
Lagu "When The Children Cry" membuat album Pride mendapat double
platinum. Lagu ini juga sempat bertengger di tangga lagu The Billboard 200
selama tahun penuh. Ketika itu, berbekal tiga album awal, Fight To Survive
(1985), Pride (1987), dan Big Game (1989), White Lion termasuk salah satu grup
hair metal papan atas. Di Indonesia, nama White Lion makin dikenal saat merilis
album keempat, Mane Attraction, di tahun 1991. Hits-hits seperti "You're
All I Need", "Till Death Do Us Part", ataupun "Broken
Heart" kerap diputar di radio-radio terkemuka, ketika itu. Selintas
didengar, musik-musik White Lion sepertinya sederhana. Namun, jika dicerna
lebih jauh, Tramp dan kawan-kawan ternyata tak sekadar bermain musik. Mereka
bermain dengan teknik yang luar biasa. Mulai ketukan drum yang gantung,
dentuman bass yang tak umum, melodi serta kocokan gitar yang dimainkan dengan
teknik tinggi. Coba saja dengar lagu "Till Death Do Us Part" dari
album Mane Attraction.
Di bagian interlude, Bratta
memainkan melodi yang bukan hanya begitu enak didengar, menyanyat, pas dengan
suasana lagu. Melainkan juga dengan teknik gitaran yang tinggi dengan teknik
tapping yang luar biasa. Pilihan sound-nya juga luar biasa, benar-benar mampu
menyatu dengan nuansa yang dibangun syair lagu. Tak heran, selain Tramp yang
memang menjadi frontman, Bratta juga disebut-sebut sebagai roh utama White
Lion. Sebab, praktis, semua musik mereka, salah satunya ditentukan oleh
gitaran-gitaran pria bermata sendu itu. Karakter kuat Membuat lagu dengan
teknik sulit menjadi sederhana memang salah satu kelebihan White Lion. Lihat
saja, lagu-lagu mereka jadi terdengar easy listening. Padahal, jika Anda coba
kulik atau pelajari, susahnya bukan main. Tak heran, meski easy listening,
lagu-lagu White Lion dikenal tetap memiliki karakter kuat. Tak heran juga,
nyaris semua lagu balada atau slow rock mereka, selain mendapat tempat di
kalangan penggemar musik rock. Selain "When The Children Cry", White
Lion memang juga melahirkan hit-hit balada semacam "Broken Home",
"Till Death Do Us Part", "Going Home Tonight", "Cry
For Freedom", "Farewell To You", dan tentu saja masterpiece
balada mereka, "You're All I Need". Tema cinta yang jadi andalan,
dibungkus dengan lirik yang kuat dan melodi garang namun manis, sehingga tak
ada kesan mellow sedikit pun. Padahal, syair-syair yang kebanyakan ditulis
Tramp sangat, sangat romantis. Tengok saja syair dalam refrain lagu
"You're All I Need" ini. you're all I need beside me girl you're all
I need to turn my world you're all I want inside my heart you're all I need
when we're apart Atau lirik di lagu "Wait" yang terdapat di album
Pride. Wait... just a moment before our love will die Cause I must know the
reason why we say goodbye Wait.... just a moment and tell me why Cause I can
show you lovin´ that you won't deny.
Tak heran, seperti band-band glam
rock lainnya, White Lion punya begitu banyak penggemar dari kaum hawa. Tentu
saja ini tak lepas dari ketampanan wajah Tramp, sang front man, yang kini jadi
suami dari artis Ayu Azhari ini. Tapi, bukan cuma soal cinta sebenarnya yang
jadi andalan White Lion. Sejak dulu, grup yang pertama kali didirikan 1983 ini
memang sudah peduli terhadap masalah-masalah sosial. Maka itu, selain cinta,
tema-tama kehidupan juga begitu banyak menghiasi lagu-lagu White Lion. Sebut
saja "Broken Home", yang bercerita tentang tingginya tingkat
perceraian di AS, sehingga menyebabkan penderitaan luar biasa bagi sang anak.
Atau "War Song" di album Mane Attraction yang bertutur tentang
kegalauan veteran perang Vietnam. Sementara lagu "Cry Freedom"
merupakan kritik penggawa White Lion terhadap kebijakan politik Apartheid yang
ketika itu masih berlaku di Afrika Selatan. Bahkan, White Lion, ketika itu, di
tahun 1990-an juga sudah peduli terhadap lingkungan alam. Lagu "Little
Fighter" mereka dedikasikan untuk Greenpeace, kelompok pecinta lingkungan
yang ketika itu kapalnya dihancurkan oleh sebuah operasi intelejen Prancis.
Di luar itu, vokal Tramp yang unik
juga jadi salah satu keunggulan White Lion dibanding grup-grup glam rock kala
itu. Vokal Tramp memang tak biasa, tipis tapi sangat berkarakter. Namun, di
lagu-lagu tertentu, Tramp bisa saja menampilkan karakter vokal yang garang,
serak-serak parau, khas rocker sejati. Namun, di lagu lainnya, dia bisa
bernyanyi kelewat manis seperti dalam tembang "You're All I Need"
atau "Going Home Tonight". Hanya memang, patut disayangkan, di saat
menjulang mereka justru langsung tenggelam. Ya, White Lion dengan formasi
terbaik, Tramp, Bratta, Lomenzo dan D'Angelo, harus bubar di tahun 1991, tahun
di mana mereka juga merilis album Mane Attraction.
Pada tahun 2003, sebenarnya sempat
terjadi wacana untuk menghidupkan kembali White Lion. Namun, Tramp menyebut,
Bratta keberatan, sehingga dia hanya mengajak Lomenzo dan D'Angelo plus Warren
De Martini, gitaris RATT. Namun, masalah jadi rumit lantaran Bratta mengajukan
tuntutan hukum. Sebelumnya, pada tahun 1999, Tramp juga sempat merilis
Remembering White Lion dengan sejumlah musisi. Lantaran tuntutan Bratta ini,
Tramp sempat menggunakan nama Tramp's White Lion (TWL) pada tahun 2005, saat
berusaha membangkitkan kejayaan White Lion. Namun, belakangan, dia kembali
menggunakan nama White Lion dan merilis album Return of The Pride pada tahun
2008. Mereka juga sempat menggelar tur ke Indonesia. Pengaruh Bratta Memang
sulit dimungkiri, sepanjang karier musik White Lion, setidaknya, hingga album
Mane Attraction, pengaruh Bratta begitu kental pada musik White Lion. Betul,
Tramp memang memiliki peran besar dalam penulisan lagu. Namun, saat
membentuknya menjadi sebuah musik, peran Bratta yang sangat besar. Lewat
sentuhan jari-jarinya lahirlah aransemen-aransemen yang penuh warna namun tetap
berada dalam koridor hard rock.
Dengan gitar buntungnya yang
keluaran Steinberger, gitaran Bratta memang sangat dominan di setiap lagu White
Lion. Hebatnya, dia tak hanya bisa pamer teknik kecepatan serta sound yang
meraung-raung. Namun, Bratta juga bisa bermain sangat indah dengan gitar
akustik. Lagu "When The Children Cry", " Broken Home" serta
"You're All I Need" adalah beberapa contohnya. Sementara di beberapa
lagu, Bratta juga selalu mampu menggabungkan unsur akustik dan electric dengan
sangat manis. Tak heran, pada tahun 1988 Bratta sempat didaulat sebagai gitaris
terbaik oleh Majalah Guitar World untuk kategori Best New Guitarist. Ketika
itu, orang pun percaya, Bratta tak hanya pantas digelari shredder guitarist
karena kecepatan bermainnya. Namun juga ciamik dalam pemilihan melodi-melodi
yang harmonis dengan teknik tinggi. Banyak yang menilai menilai, permainan
tergila Bratta ada di album Big Game. Di album ini, dia benar-benar mengeksplor
kelihaiannya memainkan instrument enam dawai ini. Dengar saja lagu-lagu seperti
"Going Home Tonight", "Let's Get Crazy", "Cry For Freedom"
atau lagu daur ulang grup Golden Earring, "Radar Love" di mana Bratta
bermain begitu liar, dengan kecepatan tangannya plus, keindahan sound yang
keluar dari gitarnya. Jika Anda penggemar gitar, pasti ngeh betapa dahsyat
permainan Bratta di lagu-lagu ini.
Tapi, ya itu tadi, secepat apapun,
segila apapun permainan Bratta, melodi-melodi yang keluar dari gitarnya
tetaplah terdengar manis. Namun begitu, di album Mane Attraction, permainan
Bratta sebenarnya juga tak kalah gila. Dengar saja lagu "Love Don't Come Easy"
di mana dia bermain tapping begitu halus di awal lagu. Sementar pada interlude,
tapping-tapping itu jadi begitu gila. Sementara pada lagu "Leave Me
Alone" Bratta bermain begitu cepat, dengan kocokan yang dalam, serta
aksen-aksen yang kuat, sehingga lagu ini terdengar begitu ngerock. Itu satu
lagi kelebihan Bratta. Dia sering membuat fil-fil yang sulit terduga. Di album
ini juga adalah lagu instrumental khusus, "Blue Monday", yang
didedikasikan Bratta dan White Lion untuk mendiang pendekar blues, Stevie Ray
Vaughan, yang meninggal saat White Lion mengerjakan album ini.
Kembali Reuni? Hanya lagi-lagi
disayangkan, setelah White Lion bubar, nama Bratta seperti hilang ditelan bumi.
Padahal, ketika itu, namanya boleh dibilang sudah diperhitungkan sebagai salah
satu gitaris rock terbaik sejajar dengan Paul Gilbert atau Stevie Vai yang
tengah berkibar ketika itu. Rumor pun bertebaran. Ada yang menyebut, Bratta
mengalami cedera serius pada tangannya, sehingga tak bisa lagi bermain gitar.
Ada juga yang menyebut, dia mengalami depresi berat sehingga trauma melakukan
aktivitas musik. Berbeda dengan rekan-rekan segrupnya, yang terus berkibar
setelah bubarnya White Lion. Lomenzo dan D'Angelo sempat menggarap proyek Pride
and Glory bersama gitaris Zakk Wylde. LoMenzo bahkan terus berkibar dengan
bergabung dengan David Lee Roth serta Megadeth. Sementara Tramp sendiri sempat
membentuk grup Freak of Nature. Dia juga sempat merilis beberapa album solo dan
menggelar konser solo pertama kalinya di Indonesia, di Fashion Café, di tahun
2002. Baru, pada 16 Februari 2007, Bratta untuk pertama kalinya muncul ke
hadapan publik dalam sebuah talk show radio terkenal, Eddie Trunk, "Friday
Night Rocks" yang ditayangkan secara live. Di acara ini, Bratta bicara
banyak soal karier musiknya dan White Lion. Bratta tak membantah, bahwa dia
memang sempat mengalami cedera pada tangannya. "Cedera itu membuat saya
sangat menderita. Bayangkan, saat menekan senar gitar, jari-jari saya seperti
tersengat setrum," ujarnya, seperti dikutip ultimate-guitar.
Namun, Bratta menuturkan, alasan
utama dia menghilang selama ini adalah lantaran sibuk menemani sang ayah yang
sakit keras dan berkepanjangan. Dia khawatir tak bisa berkonsentrasi jika
memaksakan diri tetap aktif di musik. "Ayah saya membutuhkan saya,"
ujarnya, lirih. Namun begitu, ketika itu, Bratta juga menyebut tak menutup
kemungkinan kembali reuni dengan White Lion formasi klasik. Hanya dia tidak
tahu, kapan itu akan terjadi. (edukrisna)
Diskografi
1985 Fight To Survive
1987 Pride
1989 Big Game
1991 Mane Attraction
1999 Remembering White Lion
2008 Return of The Pride
Tidak ada komentar:
Posting Komentar